Hati Untuk Menilai Suatu Persoalan
Hati adalah kekuatan bawah sadar manusia untuk memengerti, memahami dan menilai segala persoalan, berdasarkan pedoman nilai-nilai kebaikan fitrah. Bila hati bersih maka manusia mampu secara jernih menggunakan potensi fitrah untuk memahami, mengerti dan menilai sesuatu, bahkan bisa melakukannya secara lebih mudah, lebih cepat dan lebih baik dibanding akal. Rasulullah SAW menjelaskan hal ini dalam salah satu sabdanya, “Ingatlah, dalam tubuh manusia itu terdapat segumpal daging, bila ia baik akan baiklah seluruh tubuh itu, bila ia rusak maka akan rusak pula tubuh itu seluruhnya. Segumpal daging itu adalah hati (qalbu).“ (HR Bukhari – Muslim).
Hati Sebagai Hakim Yang Memutuskan Persoalan
Akal dan nafsu akan selalu ‘bertarung’ berebut pengaruh terhadap hati. Nafsu ingin mewujudkan segala keinginannya, sedang akal mempertimbangkannya. Hati yang memutuskan mana yang ingin diterimanya sesuai dengan kemampuan hati menangkap kedua kekuatan ini. Hanya hati yang bersih yang bisa memutuskan perkara secara jernih. Godaan setan melalui jalur akal dan jalur nafsu manusia dapat menyebabkan (hati) manusia salah dalam memutuskan suatu persoalan. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits qudsi, dimana Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan yang menyebabkan mereka tersesat dari agama mereka” (HR Muslim).
Persoalan Yang Sudah Diputuskan Hati Akan Menjadi Suatu Niat (Motivasi)
Niat adalah ketetapan hati, keputusan hati untuk memilih suatu rencana tindakan. Niat merupakan suatu keputusan bertindak yang tertanam dalam hati manusia. Ketika niat sudah tertanam kuat maka kegagalan ibarat hanya tindakan yang tertunda. Keputusan hati inilah yang akan membuat manusia bertindak. Sabda Rasulullah SAW : “Iman adalah apa yang terhujam dalam hati, dinyatakan oleh lisan, dan dibuktikan oleh perbuatan”
Niat Baik Yang Gagal Terwujud
Ketika hati memutuskan untuk memilih suatu kebaikan (niat baik), sebenarnya manusia sudah berhasil memenangkan suatu ‘pertarungan’ dalam hatinya. Pantaslah kalau Allah SWT sudah memberi ‘piala’ dalam bentuk sebuah pahala untuk suatu niat baik walau belum terwujud dalam bentuk tindakan, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Jika hamba-Ku berniat hendak mengerjakan suatu kebaikan, maka Aku menulisnya satu pahala kebaikan baginya walau ia belum mengerjakannya, dan jika ia mengerjakannya maka Aku menulisnya dengan sepuluh pahala kebaikan yang serupa dengannya” (HR Muslim)
Niat Buruk Yang Gagal Terwujud
Ketika hati memutuskan untuk memilih suatu keburukan (niat buruk) sungguh Allah SWT Maha Pemaaf sepanjang perbuatan itu belum terwujud, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘ . . . Dan, jika hamba-Ku berniat hendak berbuat satu keburukan maka Aku mengampuninya selagi itu belum terjadi, dan jika dikerjakannya maka Aku menulisnya satu dosa yang serupa dengannya. Dan, jika ia tidak jadi mewujudkan niat buruknya, maka aku menulisnya satu pahala kebaikan baginya sepanjang ia meninggalkannya karena Aku” (HR Muslim)
Dan jika niat buruk tersebut tidak jadi diwujudkan, berarti hati telah berhasil memenangkan kembali ‘pertarungan’ antara nafsu dan akal. Karenanya kemudian Allah SWT menghadiahkan sebuah ‘piala kemenangan’ dalam bentuk pahala, sepanjang kita membatalkannya karena Allah. Namun tidak termasuk dalam kategori ini bila batalnya perwujudan niat buruk tersebut karena alasan selain Allah. Orang yang batal berzina karena mobilnya mogok di jalan berarti telah mengantongi sebuah dosa, sedang orang yang membatalkan zina karena tersadar lalu takut pada Allah justru diberi sebuah pahala.
Inilah salah satu bukti keadilan Allah SWT dalam mengarahkan manusia menuju kebaikan. Hanya kita yang sering kurang memiliki kemauan dan ketelitian untuk merenunginya.
Wallahu ‘alam bish shawab
Hati adalah kekuatan bawah sadar manusia untuk memengerti, memahami dan menilai segala persoalan, berdasarkan pedoman nilai-nilai kebaikan fitrah. Bila hati bersih maka manusia mampu secara jernih menggunakan potensi fitrah untuk memahami, mengerti dan menilai sesuatu, bahkan bisa melakukannya secara lebih mudah, lebih cepat dan lebih baik dibanding akal. Rasulullah SAW menjelaskan hal ini dalam salah satu sabdanya, “Ingatlah, dalam tubuh manusia itu terdapat segumpal daging, bila ia baik akan baiklah seluruh tubuh itu, bila ia rusak maka akan rusak pula tubuh itu seluruhnya. Segumpal daging itu adalah hati (qalbu).“ (HR Bukhari – Muslim).
Hati Sebagai Hakim Yang Memutuskan Persoalan
Akal dan nafsu akan selalu ‘bertarung’ berebut pengaruh terhadap hati. Nafsu ingin mewujudkan segala keinginannya, sedang akal mempertimbangkannya. Hati yang memutuskan mana yang ingin diterimanya sesuai dengan kemampuan hati menangkap kedua kekuatan ini. Hanya hati yang bersih yang bisa memutuskan perkara secara jernih. Godaan setan melalui jalur akal dan jalur nafsu manusia dapat menyebabkan (hati) manusia salah dalam memutuskan suatu persoalan. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits qudsi, dimana Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan yang menyebabkan mereka tersesat dari agama mereka” (HR Muslim).
Persoalan Yang Sudah Diputuskan Hati Akan Menjadi Suatu Niat (Motivasi)
Niat adalah ketetapan hati, keputusan hati untuk memilih suatu rencana tindakan. Niat merupakan suatu keputusan bertindak yang tertanam dalam hati manusia. Ketika niat sudah tertanam kuat maka kegagalan ibarat hanya tindakan yang tertunda. Keputusan hati inilah yang akan membuat manusia bertindak. Sabda Rasulullah SAW : “Iman adalah apa yang terhujam dalam hati, dinyatakan oleh lisan, dan dibuktikan oleh perbuatan”
Niat Baik Yang Gagal Terwujud
Ketika hati memutuskan untuk memilih suatu kebaikan (niat baik), sebenarnya manusia sudah berhasil memenangkan suatu ‘pertarungan’ dalam hatinya. Pantaslah kalau Allah SWT sudah memberi ‘piala’ dalam bentuk sebuah pahala untuk suatu niat baik walau belum terwujud dalam bentuk tindakan, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Jika hamba-Ku berniat hendak mengerjakan suatu kebaikan, maka Aku menulisnya satu pahala kebaikan baginya walau ia belum mengerjakannya, dan jika ia mengerjakannya maka Aku menulisnya dengan sepuluh pahala kebaikan yang serupa dengannya” (HR Muslim)
Niat Buruk Yang Gagal Terwujud
Ketika hati memutuskan untuk memilih suatu keburukan (niat buruk) sungguh Allah SWT Maha Pemaaf sepanjang perbuatan itu belum terwujud, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘ . . . Dan, jika hamba-Ku berniat hendak berbuat satu keburukan maka Aku mengampuninya selagi itu belum terjadi, dan jika dikerjakannya maka Aku menulisnya satu dosa yang serupa dengannya. Dan, jika ia tidak jadi mewujudkan niat buruknya, maka aku menulisnya satu pahala kebaikan baginya sepanjang ia meninggalkannya karena Aku” (HR Muslim)
Dan jika niat buruk tersebut tidak jadi diwujudkan, berarti hati telah berhasil memenangkan kembali ‘pertarungan’ antara nafsu dan akal. Karenanya kemudian Allah SWT menghadiahkan sebuah ‘piala kemenangan’ dalam bentuk pahala, sepanjang kita membatalkannya karena Allah. Namun tidak termasuk dalam kategori ini bila batalnya perwujudan niat buruk tersebut karena alasan selain Allah. Orang yang batal berzina karena mobilnya mogok di jalan berarti telah mengantongi sebuah dosa, sedang orang yang membatalkan zina karena tersadar lalu takut pada Allah justru diberi sebuah pahala.
Inilah salah satu bukti keadilan Allah SWT dalam mengarahkan manusia menuju kebaikan. Hanya kita yang sering kurang memiliki kemauan dan ketelitian untuk merenunginya.
Wallahu ‘alam bish shawab
Sumber : H. Muhsinin Fauzi Lc. MM (Pusat Bimbingan & Konsultasi Islam FORMULA HATI)
Posting Komentar