''Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.'' (QS Al-Ahzab [33]: 21).
Salah satu situasi paling berat yang dihadapi kaum Muslimin pada masa Rasulullah SAW adalah ketika membuat persiapan menghadapi perang Ahzab saat kaum musyrikin dan Yahudi berkomplot untuk menyerbu Madinah. Salah seorang sahabat Nabi SAW, Salman al-Farisi, mengusulkan sebuah strategi yang kemudian disetujui dan digunakan untuk menghadapi musuh, yaitu dengan membuat parit (khandaq) mengelilingi kota Madinah. Para sahabat kemudian menggali parit.
Dalam buku sejarah Islam dikisahkan para sahabat menggali parit dalam keadaan lapar dan letih. Pada situasi dan kondisi seperti itu Rasulullah SAW menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin teladan. Beliau turut serta menggali parit dan turut pula menahan lapar hingga diriwayatkan bahwa beliau mengikatkan beberapa batu ke perutnya untuk mengganjal rasa lapar.
Mengenai sikap beliau ini Dr Said Ramadhan al-Buthiy dalam bukunya Fiqh as-Sirah menulis, ''Beliau tidaklah memerintah kaum Muslimin untuk menggali parit sedangkan Rasul mengawasi mereka dari istana yang tinggi sambil bersantai. Beliau juga tidak mendatangi kaum Muslimin dalam pesta yang ramai untuk menerima cangkul dari mereka lalu memukulkan cangkul tersebut ke tanah sebagai tanda dimulainya pekerjaan serta sebagai simbol bahwa beliau telah turut bekerja bersama mereka lalu setelah itu cangkul dilemparkan, debu yang melekat di baju dibersihkan kemudian pergi meninggalkan mereka.
Namun, Nabi SAW turut bekerja bersama mereka. Baju beliau bersimbah debu. Saat kaum Muslimin letih dan lapar beliaulah orang yang pertama kali keletihan dan kelaparan.'' Kebersamaan Rasulullah dengan para sahabat dalam bekerja dan menahan derita bukan terjadi kali itu saja. Pada saat kali pertama membangun Masjid Nabawi beliau pun turut serta memanggul dan membangun masjid tersebut.
Kecintaan dan kebersamaan beliau selaku pemimpin kepada rakyatnya akan selalu kita temui dalam rentang sejarah hidupnya. Tampaknya kecintaan ini telah begitu berurat akar dalam perasaan dan pikiran beliau sehingga menjelang akhir hayatnya salah satu ungkapan yang keluar dari lisan beliau adalah ''Umatku ... umatku ... umatku ....''
Dengan akhlak kepemimpinan beliau yang seperti itu maka tidaklah mengherankan jika kepercayaan rakyat begitu tinggi. Mereka yakin tidak akan pernah dikhianati dan merasa bahwa sang pemimpin tetap turut bersama-sama mereka justru pada saat-saat yang sulit. Semoga kita diberi kekuatan dan petunjuk oleh Allah SWT agar dapat mewarisi keteladanan Rasulullah. Wallahu a'lam bish-shawab.
Kebersamaan Pemimpin, Oleh : Joko Prayitno
Hikmah, Republika
Salah satu situasi paling berat yang dihadapi kaum Muslimin pada masa Rasulullah SAW adalah ketika membuat persiapan menghadapi perang Ahzab saat kaum musyrikin dan Yahudi berkomplot untuk menyerbu Madinah. Salah seorang sahabat Nabi SAW, Salman al-Farisi, mengusulkan sebuah strategi yang kemudian disetujui dan digunakan untuk menghadapi musuh, yaitu dengan membuat parit (khandaq) mengelilingi kota Madinah. Para sahabat kemudian menggali parit.
Dalam buku sejarah Islam dikisahkan para sahabat menggali parit dalam keadaan lapar dan letih. Pada situasi dan kondisi seperti itu Rasulullah SAW menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin teladan. Beliau turut serta menggali parit dan turut pula menahan lapar hingga diriwayatkan bahwa beliau mengikatkan beberapa batu ke perutnya untuk mengganjal rasa lapar.
Mengenai sikap beliau ini Dr Said Ramadhan al-Buthiy dalam bukunya Fiqh as-Sirah menulis, ''Beliau tidaklah memerintah kaum Muslimin untuk menggali parit sedangkan Rasul mengawasi mereka dari istana yang tinggi sambil bersantai. Beliau juga tidak mendatangi kaum Muslimin dalam pesta yang ramai untuk menerima cangkul dari mereka lalu memukulkan cangkul tersebut ke tanah sebagai tanda dimulainya pekerjaan serta sebagai simbol bahwa beliau telah turut bekerja bersama mereka lalu setelah itu cangkul dilemparkan, debu yang melekat di baju dibersihkan kemudian pergi meninggalkan mereka.
Namun, Nabi SAW turut bekerja bersama mereka. Baju beliau bersimbah debu. Saat kaum Muslimin letih dan lapar beliaulah orang yang pertama kali keletihan dan kelaparan.'' Kebersamaan Rasulullah dengan para sahabat dalam bekerja dan menahan derita bukan terjadi kali itu saja. Pada saat kali pertama membangun Masjid Nabawi beliau pun turut serta memanggul dan membangun masjid tersebut.
Kecintaan dan kebersamaan beliau selaku pemimpin kepada rakyatnya akan selalu kita temui dalam rentang sejarah hidupnya. Tampaknya kecintaan ini telah begitu berurat akar dalam perasaan dan pikiran beliau sehingga menjelang akhir hayatnya salah satu ungkapan yang keluar dari lisan beliau adalah ''Umatku ... umatku ... umatku ....''
Dengan akhlak kepemimpinan beliau yang seperti itu maka tidaklah mengherankan jika kepercayaan rakyat begitu tinggi. Mereka yakin tidak akan pernah dikhianati dan merasa bahwa sang pemimpin tetap turut bersama-sama mereka justru pada saat-saat yang sulit. Semoga kita diberi kekuatan dan petunjuk oleh Allah SWT agar dapat mewarisi keteladanan Rasulullah. Wallahu a'lam bish-shawab.
Kebersamaan Pemimpin, Oleh : Joko Prayitno
Hikmah, Republika
Posting Komentar