Godaan Dunia

Rasulullah SAW bersabda, ''Tidak ada seorang pun yang berjalan di air kecuali tumitnya pasti basah. Demikian pula orang yang memiliki duniawi, ia tidak bisa selamat dari dosa-dosa.'' (HR Baihaqi dari Anas).

Hadits di atas merupakan peringatan bagi kita bahwa dunia, seperti kekayaan/harta, keluarga atau, jabatan-yang kita miliki dan kuasai akan menjerumuskan kita kepada kehancuran dan dosa jika tidak pandai dalam menyikapinya. Bahkan, di hari kiamat kelak kekayaan yang tidak dikeluarkan zakat dan sedekahnya akan dikalungkan.

Perhatikan peringatan Allah dalam firman-Nya, ''Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.'' (QS 3: 180).

Paling tidak ada tiga hal yang harus kita lakukan agar kita tidak terlena oleh godaan dunia. Pertama, kita harus menyadari bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, dan kehidupan akhiratlah yang kekal. Dalam kaitan ini Allah menerangkan, ''Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.'' (QS 57: 20).

Kedua, menyadari bahwa apa pun yang kita miliki merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Yang Maha Adil dan Bijaksana. Kesadaran ini berdampak pada timbulnya sikap untuk selalu menjaga dan menunaikan hak-haknya dari apa yang kita miliki, seperti mengeluarkan zakat dan sedekahnya.
Allah berfirman, ''Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS 9: 103).

Ketiga, sederhanalah dalam kehidupan. Kesederhanaan mengajarkan kita untuk selalu dapat mensyukuri setiap karunia yang Allah berikan. Kesederhanaan pun mengajari kita untuk tidak serakah.
Rasulullah menjelaskan keuntungan dari hidup sederhana dalam sabdanya, ''Barang siapa yang sederhana terhadap dunia, maka Allah mengajarkannya sesuatu yang tanpa belajar, dan memberinya petunjuk tanpa hidayah secara langsung dan telah menjadikannya melihat, dan Allah membukakan daripadanya kebutaan.'' (HR Abu Na'im dari Ali).

Wallahu a'lam bishawab.


(Sumber : Hikmah Republika, oleh Mulyana )
Read On 0 komentar

Hakikat Dunia

Sahabat yang mulia, Jabir bin Abdullah, mengabarkan bahwa Rasulullah pernah melewati sebuah pasar hingga kemudian banyak orang yang mengelilinginya. Sesaat kemudian beliau melihat bangkai anak kambing yang cacat telinganya. Beliau mengambil dan memegang telinga kambing itu seraya bersabda, ''Siapa di antara kalian yang mau memiliki anak kambing ini dengan harga satu dirham.'' Para sahabat menjawab, ''Kami tidak mau anak kambing itu menjadi milik kami walau dengan harga murah, lagi pula apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?'' Kemudian Rasulullah berkata lagi, ''Apakah kalian suka anak kambing ini menjadi milik kalian?'' Mereka menjawab, ''Demi Allah, seandainya anak kambing ini hidup, maka ia cacat telinganya. Apalagi dalam keadaan mati.''

Mendengar pernyataan mereka, Nabi bersabda, ''Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini untuk kalian.'' (HR Muslim). Pada suatu waktu, Rasulullah memegang pundak Abdullah bin Umar. Beliau berpesan, ''Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekadar melewati jalan (musafir).'' Abdullah menyimak dengan khidmat pesan itu dan memberikan nasihat kepada sahabatnya yang lain. ''Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah engkau menanti datangnya pagi.

Sebaliknya, bila engkau berada di pagi hari, janganlah engkau menanti datangnya sore. Ambillah (manfaatkanlah) waktu sehatmu sebelum engkau terbaring sakit, dan gunakanlah masa hidupmu untuk beramal sebelum datangnya kematianmu.'' (HR Bukhori). Allah SWT berpesan pada pelbagai ayat tentang hakikat, kedudukan, dan sifat dunia yang memiliki nilai rendah, hina, dan bersifat fana. Dalam surat Faathir ayat 5, Allah menekankan bahwa janji-Nya adalah benar. Dan, setiap manusia janganlah sekali-kali teperdaya dengan kehidupan dunia dan tertipu oleh pekerjaan setan.

Di ayat lain dalam surat Al-Hadid ayat 20, Allah berfirman, ''Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” .
''Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.'' (QS Al-Kahfi: 45).


(Sumber : Hikmah Republika, oleh Mahyudin Purwanto )
Read On 0 komentar

Hakikat Hidup di Dunia

Sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, pandangan kita terhadap kehidupan di dunia ini tidak lain hanyalah sekedar tempat mampir sebentar. Sebab masih ada perjalanan panjang seorang anak manusia ke depannya. Dunia ini adalah alam yang berada pada urutan kedua dalam perjalanan manusia, setelah sebelumnya hidup di alam
rahim, selama kurang lebih 9 bulan. Dunia yang sekarang kita tempati ini, paling lama 100 tahun akan kita tempuh. Tapi ukuran ini tidak baku, sebab kapan saja dan dimana saja, Allah SWT akan berkenan memindahkan kita ke alam lainnya lagi.

Bisa saja seorang baru sekali menghirup udara dunia ini, lalu Allah SWT langsung memanggilnya. Ada juga yang sudah tua, tapi tidak sedikit yang masih muda, sehat wal afiat, punya karir bagus, kaya, terhormat dan sedang jaya-jayanya, namun ketentuan Allah SWT tidak bisa ditolak oleh manusia manapun. Kapan saja Allah mau, dicabutlah nyawa kita, dengan sebab tertentu atau pun tanpa sebab tertentu. Segala macam daya dan upaya yang kita lakukan, tidak akan mampu menolak apa yang telah Allah tetapkan.

Setelah melewati alam dunia ini, semua manusia akan mengalami banyak alam lainnya. Pilihannya ada dua, mendapatkan kenikmatan atau kesengsaraan. Tapi memilihnya harus sejak sekarang ini, bukan pada saat kita sudah di alam lain nanti. Sebab alam dunia sekarang ini memang telah ditetapkan oleh Allah untuk dijadikan penentu tempat kita ketika berpindah ke alam lain.

Di alam dunia ini, Allah hanya meminta kita untuk menyatakan pengakuan bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan bahwa nabi Muhammad SAW adalah utusannya. Lalu kita hidup dengan menggunakan aturan syariah yang telah ditetapkannya. Semua informasi tentang tata cara kehidupan yang dikehendaki-Nya, sudah disampaikan dengan sangat jelas melalui Qur’an dan Hadits. Tidak ada alasan lagi untuk berdalih bahwa seseorang di dunia ini tidak mendapatkan informasi apa-apa tentang agamanya.

Bila seseorang di dunia ini menjalankan apa yang Allah tetapkan, maka ketika masuk ke alam lain nanti, kebahagiaan akan tetap meliputinya. Baik kebahagiaan jasmani maupun rohani. Sebaliknya, bila alam dunia ini dijadikan tempat untuk main-main, melupakan apa yang Allah perintahkan, melanggar apa yang telah dilarangnya, menganggap sepi semua aturan-Nya,
maka begitu masuk ke alam lain, dia harus siap hidup sengsara lahir batin. Di alam kubur akan disiksa dengan azab yang pedih. Di padang mahsyar akan dibuat tersesat dan ketakutan. Di pengadilan akhir zaman akan dijatuhkan vonis berat dan kemudian akhirnya akan dimasukkan ke
dalam gejolak api neraka yang menyakitkan.

Alangkah bahagianya seseorang yang bisa melihat peta perjalanan seorang anak manusia dengan cara seperti ini. Toh, masa hidupnya di alam dunia ini sangat relatif, bisa lama atau bisa juga sebentar. Sedangkan alam-alam lain yang akan kita hadapi nanti begitu besar dan abadi.
Sayang sekali bila kesempatan emas berupa waktu yang disediakan di alam dunia ini kita sia-siakan. Lebih baik sedikit susah, sabar dan bersungguh-sungguh di alam dunia yang hanya sementara, dari pada tersiksa abadi di alam lainnya lagi.

Kita semua akan segera pindah alam, cepat atau lambat. Pastikan bahwa ketika kita pindah ke alam lain, kita membawa bekal iman dan amal shalih. Kalau tidak, kita akan sangat merugi.

Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali mereka
yang beriman dan beramal shalih, serta saling menasehati dengan kebenaran dan saling menasehati dengan kesabaran (QS Al-'Ashr: 1-4)

Sumber : Ahmad Sarwat, Lc, www.eramuslim.com
Read On 0 komentar

Memahami Kehidupan Dunia

Kata dunia berarti rendah dan bersifat sementara. Kehidupan dunia berarti kehidupan yang rendah dan sementara. Allah mengilustrasikan kehidupan dunia seperti air hujan yang menyuburkan tumbuhan sampai jangka waktu tertentu dan akhirnya tumbuhan itu menjadi kering.

Allah berfirman, 'Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu adalah seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai pula perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan ia laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada orang-orang yang berpikir.'' (QS 10: 24).

Kehidupan dunia ini hanyalah suatu permainan atau senda gurau. Sedangkan akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya, lebih baik dan kekal (QS 6: 32). Oleh sebab itu, Muslim tidak boleh teperdaya oleh kehidupan dunia yang bersifat sementara. Ia perlu mempertimbangkan kepentingan kehidupan akhirat dalam setiap aktivitasnya. Allah berfirman, ''Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedangkan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka, apakah kamu tidak memahaminya? Maka, apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi, kemudian dia pada hari kiamat termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?'' (QS 28: 60-61).

Kenyataannya tetap banyak orang yang tertipu oleh kehidupan dunia sehingga mereka melupakan kehidupan akhirat yang kekal di sisi Allah. Orang seperti ini akan mendapat siksa dari Allah. Allah berfirman, ''Dan dikatakan (kepada mereka), 'Pada hari ini Kami melupakan kamu sebagaimana kamu telah melupakan pertemuan (dengan) harimu ini dan tempat kembalimu ialah neraka dan kamu sekali-kali tidak memperoleh penolong. Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat'.'' (QS 45: 34-35).

Allah memerintahkan Muslim menjauhi orang-orang yang hanya mencintai dunia. Sebab, orang yang demikian tidak mengikuti petunjuk-Nya dan akan tersesat dalam menjalani kehidupan. Allah berfirman, ''Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.'' (QS 53: 29-30).

(Sumber : Hikmah Republika, oleh Firdaus MA )
Read On 0 komentar

Mengejar Dunia

Rasulullah SAW bersabda, ''Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada hatinya, memudahkan urusannya dan dunia (yang hina ini) akan datang kepadanya (dengan sendirinya), dan barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan memberikan (rasa) fakir kepadanya, mempersulit urusannya dan dunia tidak akan mendatanginya kecuali apa yang sudah ditetapkan baginya.'' (HR At-Tirmidzi).

Hadis di atas menjelaskan bahwa cara untuk mendapatkan dunia adalah dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir dari perjalanan hidupnya. Ia tidak menjadikan dunia kecuali hanya sebagai tempat untuk mempersiapkan bekal baginya di akhirat kelak. Dengan sikap seperti ini, maka dengan sendirinya dunia akan datang menghampirinya, tanpa ia harus bersusah payah untuk mendapatkannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyaksikan orang yang berusaha keras dan berjuang mati-matian untuk mengejar dunia. Ambisinya untuk mendapatkan dunia menjadikan mata hatinya tertutup, sehingga ia tidak bisa membedakan antara sesuatu yang halal dan yang haram. Waktu yang seharusnya ia gunakan untuk menghadapkan diri kepada Allah dengan beribadah dan beramal saleh ia abaikan begitu saja, sehingga jiwanya gersang dari nilai-nilai spiritual dan mengantarkannya kepada sifat tamak yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah diperolehnya.

Mengapa ia harus berbuat sejauh itu? Bukankah sabda Rasulullah SAW di atas cukup jelas memberitahukan kepada kita bagaimana caranya mendapatkan dunia, yaitu dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir dari perjalanan hidupnya?

Mari kita pertajam mata batin kita dengan melakukan hal-hal positif, kita siram kegersangan jiwa kita dari nilai-nilai spiritual dengan meluangkan waktu kita untuk mengingat Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya, kita hiasi identitas keislaman kita dengan cara menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Maka itu semua akan menjadi magnet yang bisa menarik berbagai atribut dunia dan isinya, sehingga dengan sendirinya dunia akan mendatanginya.

Dengan cara seperti inilah seharusnya kita selaku umat Islam mengejar dan mendapatkan dunia. Wallahu a'lam.

(Asep Sulhadi )
Republika, 7 Januari 2008
Read On 0 komentar

Tanggung Jawab Personal dan Kolektif Umat Islam

Setiap manusia dikenai dua jenis tanggung jawab, yaitu tanggung jawab personal yang disebut dengan istilah fardhu ain, sedangkan tanggung jawab kolektif atau disebut sebagai fardhu kifayah.

Fardhu kifayah sendiri merupakan kewajiban sebagian umat Islam di suatu wilayah umat Islam untuk melakukan kewajiban tertentu yang diperintahkan Allah sebagai fardhu kifayah (misal amar makruf dalam bentuk melakukan adzan di suatu mesjid atau nahi munkar dalam bentuk memberantas kemaksiatan). Fardhu kifayah baru sah bila memenuhi syarat jumlah dan kekuatan yang memadai. Bila sudah ada umat Islam lainnya dengan jumlah dan kapasitas yang memadai melakukan kewajiban tersebut maka gugurlah kewajiban umat Islam lainnya. Sebaliknya bila belum ada atau belum cukup jumlah dan kapasitas umat Islam yang turun tangan melakukan fardhu kifayah tersebut maka berdosalah seluruh umat Islam yang tidak ikut turun tangan melakukan fardhu kifayah tersebut.

Tentunya juga akan salah besar kalau ada orang yang mengutamakan fardhu kifayah (tanggung jawab kolektif) daripada tanggung jawab fardu ain (individu). Tetapi, menjadi sangat baik kalau dia mengerjakan fardu ain, juga melaksanakan fardu kifayah.

Kita menyadari bahwa tanggung jawab yang akan dipertanyakan kelak di hari akhirat adalah tanggung jawab personal. Artinya, Allah tidak membebankan tanggung jawab pihak lain kepada kita, kecuali kalau kita punya andil dalam persoalan tersebut. Karena itu, banyak ayat yang menekankan tanggung jawab ini.

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Al-Baqarah: 286).

"Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri." (An-Nisa: 84).

"Hai orang-orang yang beriman, selamatkanlah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka." (At-Tahrim: 6).

Rasulullah saw. bersabda, "Mulailah dengan diri kalian sendiri atau mulailah dengan keluargamu."

Dengan demikian, prioritas kita adalah menyelamatkan diri sendiri dari segala kemungkinan penyimpangan terhadap misi utama kehidupan, yaitu "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56).

Apabila kita sadari hal itu, kita akan memahami arti ibadah seluas-luasnya. Yaitu "segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan kita sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT". "Segala apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan, perbuatan yang nampak maupun yang tersembunyi." (Ibnu Taimiyah, Al-'Ubudiyah, hlm. 1). Ini mengandung pengertian bahwa seluruh aktivitas kita harus sesuai dengan syariat Islam. Jadi, acuannya adalah syariat Islam.

Sesudah seseorang dalam scope individu melaksanakan tanggung jawab dirinya sebagai hamba Allah, dia akan melangkah menempati posisi di masyarakatnya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Seseorang dalam scope individu mempunyai tanggungjawab personal pada Allah untuk menjadi berguna bagi lingkungannya. Di sinilah terjadi interaksi dan kooperasi antara anggota masyarakat muslim sesuai dengan firman Allah SWT, "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (Al-Maidah: 2).

Dan, tanggung jawabnya semakin luas sesuai dengan kapasitas kemampuannya, sehingga dengan posisi masing-masing itu akan dimintai pertanggungjawabannya seperti sabda Nabi saw., "Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah penanggung jawab dan setiap kalian akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Imam yang ada di tengah manusia adalah penanggung jawab, dan dia akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya, dan dia akan ditanyai tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dan seorang isteri bertanggung jawab terhadap rumah suaminya, dan anaknya dan dia akan ditanya tentang mereka." (HR Bukhari, Muslim, dan selain keduanya).

Dan apabila setiap individu tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah yang berkewajiban melaksanakan syariat Islam sesuai dengan kemampuannya, berarti dia telah berkhianat. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Al-Anfal: 27).

(Sumber tulisan : Ust. Farid Achmad Okbah, M.A., dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar oleh Habib M. Rizieq Syihab)
Read On 0 komentar

Pedang Pujian

Sungguh, berhati-hatilah terhadap segala pujian atau sanjungan. Terlebih lagi jika pujian itu diucapkan di depan banyak orang. Di balik pujian itu, tersembunyi sebilah pedang yang bisa memenggal leher orang yang gemar dipuji.

Dalam kitab Al-Arba'in fi Ushul ad-Dien, Iman Ghazali meriwayatkan bahwa sekali waktu seseorang memuji sahabatnya di depan Rasulullah Muhammad SAW. Saat itu beliau bersabda, ''Celaka kamu. Kamu telah memotong leher sahabatmu.''

Ghazali mengungkapkan ada beberapa penyakit hati yang merupakan cerminan akhlak tercela, baik bagi orang yang memuji mau pun yang dipuji. Penyakit hati yang diidap orang yang suka memuji orang lain--menurut Ghazali, biasa terjadi di kalangan penguasa, orang-orang yang punya kedudukan atau kekayaan-- adalah dusta, lancang (suka menjilat), dan munafik.

Orang yang bangga atau suka dipuji-puji mudah sekali terkena penyakit hati; sombong, congkak, riya', dan membanggakan diri sendiri. Di samping dikutuk Allah--karena mengidap sifat-sifat setan--sesungguhnya mereka termasuk orang yang dungu. Sudah sombong, riya', dan membanggakan diri, mau pula membiarkan lehernya dipotong orang lain.

Begitu buruk dan seriusnya akibat penyakit hati yang disebabkan oleh pujian, sampai-sampai dalam kitab Al-Arba'in fi Ushul ad-Dien Ghazali mengutip peringatan Rasulullah, ''Jika seseorang berjalan kepada orang lain membawa sebilah pisau tajam, maka itu lebih baik daripada dia memuji seseorang di depan hidung orang tersebut.'' Dalam ungkapan sehari-hari, sabda Nabi itu bisa diterjemahkan, ''Lebih baik kau ancam aku dengan pisau daripada kau bunuh aku dengan pujianmu.''

Pujian seseorang kepada orang lain biasanya disampaikan dengan kata-kata manis disertai pamrih tertentu. Pamrih inilah- -umumnya berkonotasi negatif--yang sesungguhnya yang amat berbahaya. Ia bagai racun mematikan yang berlapis madu. Ghazali menyebut orang yang suka memuji, memiliki sifat ''munafik''; tampak manis di lapisan luarnya, tapi mematikan di bagian dalamnya.

Terhadap orang seperti itu, Ghazali mengutip pernyataan keras Rasulullah, ''Taburkanlah tanah ke wajah para pemuji.'' Cara lain, berdoa kepada Allah seperti dilakukan Sayidina Ali RA ketika dipuji seseorang, ''Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang dia tidak ketahui dan jangan Engkau siksa aku atas apa yang mereka katakan, serta jadikanlah aku lebih baik dari yang mereka kira.''

Pujian sesungguhnya ungkapan yang agung dan tidak bisa dikotori oleh hal-hal buruk yang hanya layak ditujukan kepada Dzat Yang Mahaagung. Semua ayat tentang pujian dalam Alquran semata-mata hanya ditujukan untuk Allah SWT. Karena sesungguhnya, manusia terlalu kerdil dan tidak memiliki derajat untuk dipuji. Wallahu a'lam bish-shawab.

(EH Kartanegara, Republika )
Read On 0 komentar

Hisablah dirimu sebelum Allah menghisabmu

“Wahai manusia !

Aku heran pada orang yang yakin akan kematian, tapi hidup bersuka ria.

Aku heran pada orang yang yakin akan pertanggungjawaban segala amal perbuatan di akhirat, tapi asyik mengumpulkan dan menumpuk harta.

Aku heran pada orang yang yakin akan kubur, tapi ia tertawa terbahak-bahak.

Aku heran pada orang yang yakin akan adanya alam akhirat, tapi ia menjalani hidupnya dengan bersantai-santai.

Aku heran pada orang yang yakin akan kehancuran dunia, tapi ia menggandrunginya.

Aku heran pada intelektual, yang bodoh dalam soal moral.

Aku heran pada orang yang bersuci dengan air, sementara hatinya masih tetap kotor.

Aku heran pada orang yang sibuk mencari cacat dan aib orang lain, sementara ia tidak sadar sama sekali terhadap cacat yang ada pada dirinya.

Aku heran pada orang yang yakin bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi segala perilakunya tapi ia berbuat durjana.

Aku heran pada orang yang sadar akan kematiannya, kemudian akan tinggal dalam kubur seorang diri, lalu diminta pertanggungjawaban seluruh amal perbuatannya, tapi berharap belas kasih orang lain.


Sungguh.. tiada Tuhan kecuali Aku.. dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Ku.


Wahai manusia !

Hari demi hari usiamu kian berkurang, sementara engkau tidak pernah menyadarinya. Setiap hari Aku datangkan rejeki kepadamu, sementara engkau tidak pernah memujiKu. Dengan pemberian yang sedikit, engkau tidak pernah mau lapang dada. Dengan pemberian yang banyak, engkau tidak juga pernah merasa kenyang.


Wahai manusia !

Setiap hari Aku mendatangkan rejeki untukmu. Sementara setiap malam malaikat datang kepadaKu dengan membawa catatan perbuatan jelekmu. Engkau makan dengan lahap rejekiKu, namun engkau tidak segan-segan pula berbuat durjana kepadaKu. Aku kabulkan jika engkau memohon kepadaKu. KebaikanKu tak putus-putus mengalir untukmu. Namun sebaliknya, catatan kejelekanmu sampai kepadaKu tiada henti.

Akulah pelindung terbaik untukmu. Sedangkan engkau hamba terjelek bagiKu. Kau raup segala apa yang Kuberikan untukmu. Kututupi kejelekan yang kau perbuat secara terang-terangan.

Aku sungguh sangat malu kepadamu, sementara engkau sedikitpun tak pernah merasa malu kepadaKu. Engkau melupakan diriKu dan mengingat yang lain.

Kepada manusia engkau merasa takut, sedangkan kepadaKu engkau merasa aman-aman saja.

Pada manusia engkau takut dimarahi, tetapi pada murka-Ku engkau tak peduli.”

Ikhwan fillah, bersujudlah dan bertaubatlah kepada allah SWT serta menangislah..
betapa banyak dosa yang telah kita perbuat selama ini..
lihatlah betapa banyak kelalaian yang telah kita lakukan selama ini.


“Ya Allah,
kami bukanlah hambaMu yang pantas memasuki surga firdausMu, tidak juga kami mampu akan siksa api nerakaMu, berilah hambaMu ini ampunan, dan hapuskanlah dosa-dosa kami, sesungguhnya hanya Engkaulah Sang Maha Pengampun, Sang Maha Agung.

Ya Allah,
dosa-dosa kami seperti butiran pasir dipantai,
anugrahilah kami ampunan wahai Yang Maha Agung,
umur kami berkurang setiap hari sedangkan dosa-dosa kami terus bertambah
adakah jalan upaya bagi kami.

Ya Allah,
hambaMu yang penuh maksiat ini bersimpuh menghadapMu mengakui dosa-dosanya dan memohon kepadaMu,
ampunilah, karena hanya Engkaulah Sang Pemilik Ampunan,
bila Engkau Campakkan kami,
kepada siapa dan kemana kami mesti berharap selain dariMu”.


“Hisablah dirimu sebelum Allah menghisabmu”. (Imam Ali bin Abu Thalib RA)
Read On 0 komentar

Memelihara Ikatan Hati dan Ikatan Iman

“Ruh-ruh itu adalah tentara-tentara yang selalu siap siaga, yang telah saling mengenal maka ia (bertemu dan) menyatu, sedang yang tidak maka akan saling berselisih (dan saling mengingkari)”. (HR. Muslim)

Inilah karakter ruh dan jiwa manusia, ia adalah tentara-tentara yang selalu siap siaga, kesatuaannya adalah kunci kekuatan, sedang perselisihannya adalah sumber bencana dan kelemahan. Jiwa adalah tentara Allah yang sangat setia, ia hanya akan dapat diikat dengan kemuliaan Yang Menciptakanya,. Allah berfirman yang artinya:

“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelajakan semua (kekayaan) yang berada dibumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. 8:63)

Dan tiada satupun ikatan yang paling kokoh untuk mempertemukannya selain ikatan akidah dan keimanan. Imam Syahid Hasan Al Banna berkata:“Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran”. (Risalah Ta’lim, 193)

Sebab itu, hanya dengan kasih mengasihi karena Allah hati akan bertemu, hanya dengan membangun jalan ketaatan hati akan menyatu, hanya dengan meniti di jalan dakwah ia akan berpadu dan hanya dengan berjanji menegakkan kalimat Allah dalam panji-panji jihad fi sabilillah ia akan saling erat bersatu. Maka sirami taman persaudaraan ini dengan sumber mata air kehidupan sebagai berikut:

1. Sirami dengan mata Air Cinta dan Kasih sayang

Kasih sayang adalah fitrah dakhil dalam jiwa setiap manusia, siapapun memilikinya sungguh memiliki segenap kebaikan dan siapapun yang kehilangannya sungguh ditimpa kerugian. Ia menghiasi yang mengenakan, dan ia menistakan yang menanggalkan. Demikianlah pesan-pesan manusia yang agung akhlaqnya menegaskan. Taman persaudaraan ini hanya akan subur oleh ketulusan cinta, bukan sikap basa basi dan kemunafikan. Taman ini hanya akan hidup oleh kejujuran dan bukan sikap selalu membenarkan. Ia akan tumbuh berkembang oleh suasana nasehat menasehati dan bukan sikap tidak peduli, ia akan bersemi oleh sikap saling menghargai bukan sikap saling menjatuhkan, ia hanya akan mekar bunga-bunga tamannya oleh budaya menutup aib diri dan bukan saling menelanjangi. Hanya ketulusan cinta yang sanggup mengalirkan mata air kehidupan ini, maka saringlah mata airnya agar tidak bercampur dengan iri dan dengki, tidak keruh oleh hawa nafsu, egoisme dan emosi, suburkan nasihatnya dengan bahasa empati dan tumbuhkan penghargaannya dengan kejujuran dan keikhlasan diri. Maka niscaya ia akan menyejukkan pandangan mata yang menanam dan menjengkelkan hati orang-orang kafir (QS.48: 29).

2. Sinari dengan cahaya dan petunjuk jalan

Bunga-bunga tamannya hanya akan mekar merekah oleh sinar mentari petunjuk-Nya dan akan layu karena tertutup oleh cahaya-Nya. Maka bukalah pintu hatimu agar tidak tertutup oleh sifat kesombongan, rasa kagum diri dan penyakit merasa cukup. Sebab ini adalah penyakit umat-umat yang telah Allah binasakan. Dekatkan hatimu dengan sumber segala cahaya (Alquran) niscaya ia akan menyadarkan hati yang terlena, mengajarkan hati yang bodoh, menyembuhkan hati yang sedang sakit dan mengalirkan energi hati yang sedang letih dan kelelahan. Hanya dengan cahaya, kegelapan akan tersibak dan kepekatan akan memudar hingga tanpak jelas kebenaran dari kesalahan, keikhlasan dari nafsu, nasehat dari menelanjangi, memahamkan dari mendikte, objektivitas dari subjektivitas, ilmu dari kebodohan dan petunjuk dari kesesatan. Sekali lagi hanya dengan sinar cahaya-Nya, jendela hati ini akan terbuka. “Maka apakah mereka tidak merenungkan Al Quran ataukah hati mereka telah terkunci”. (QS. 47:24)

3. Bersihkan dengan sikap lapang dada

Minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimalnya adalah itsar ( mementingkan orang lain dari diri sendiri) demikian tegas Hasan Al Banna. Kelapangan dada adalah modal kita dalam menyuburkan taman ini, sebab kita akan berhadapan dengan beragam tipe dan karakter orang, dan “siapapun yang mencari saudara tanpa salah dan cela maka ia tidak akan menemukan saudara” inilah pengalaman hidup para ulama kita yang terungkap dalam bahasa kata untuk menjadi pedoman dalam kehidupan. Kelapang dada akan melahirkan sikap selalu memahami dan bukan minta dipahami, selalu mendengar dan bukan minta didengar, selalu memperhatikan dan bukan minta perhatian, dan belumlah kita memiliki sikap kelapangan dada yang benar bila kita masih selalu memposisikan orang lain seperti posisi kita, meraba perasaan orang lain dengan radar perasaan kita, menyelami logika orang lain dengan logika kita, maka kelapangan dada menuntut kita untuk lebih banyak mendengar dari berbicara, dan lebih banyak berbuat dari sekedar berkata-kata. “Tidak sempurna keimanan seorang mukmin hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya”. ( HR. Bukhari Muslim)

4. Hidupkan dengan Ma’rifat

Hidupkan bunga-bunga di taman ini dengan berma’rifat kepada Allah dengan sebenar-benar ma’rifat, ma’rifat bukanlah sekedar mengenal atau mengetahui secara teori, namun ia adalah pemahaman yang telah mengakar dalam hati karena terasah oleh banyaknya renungan dan tadabbur, tajam oleh banyaknya dzikir dan fikir, sibuk oleh aib dan kelemahan diri hingga tak ada sedikitpun waktu tersisa untuk menanggapi ucapan orang-orang yang jahil terlebih menguliti kesalahan dan aib saudaranya sendiri, tak ada satupun masa untuk menyebarkan informasi dan berita yang tidak akan menambah amal atau menyelesaikan masalah terlebih menfitnah atau menggosip orang. Hanya hati-hati yang disibukkan dengan Allah yang tidak akan dilenakan oleh Qiila Wa Qaala (banyak bercerita lagi berbicara) dan inilah ciri kedunguan seorang hamba sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah apabila ia lebih banyak berbicara dari berbuat, lebih banyak bercerita dari beramal, lebih banyak berangan-angan dan bermimpi dari beraksi dan berkontribusi. “Diantara ciri kebaikan Keislaman seseorang adalah meninggalkan yang sia-sia”. ( HR. At Tirmidzi).

5. Tajamkan dengan cita-cita Kesyahidan

“Pasukan yang tidak punya tugas, sangat potensial membuat kegaduhan” inilah pengalaman medan para pendahulu kita untuk menjadi sendi-sendi dalam kehidupan berjamaah ini. Kerinduan akan syahid akan lebih banyak menyedot energi kita untuk beramal dari berpangku tangan, lebih berkompetisi dari menyerah diri, menyibukkan untuk banyak memberi dari mengoreksi, untuk banyak berfikir hal-hal yang pokok dari hal-hal yang cabang. “Dan barang siapa yang meminta kesyahidan dengan penuh kejujuran, maka Allah akan menyampaikanya walaun ia meninggal diatas tempat tidurnya”. ( HR. Muslim)

“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah bersatu berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru (dijalan)-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahay-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifat-mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.

Amin…


ikhwan.net
Abu Zaki Al-Kalimantany, Lc.
Read On 0 komentar

Hal-hal Yang Dapat Melemahkan Keimanan

Jika kita melihat pada perjalanan hidup para sahabat ra, maka akan kita lihat bagaimana mereka senantiasa menjaga terhadap hal-hal yang sunnah, bahkan berhati-hati terhadap hal yang mubah, karena cinta mereka yang begitu tinggi kepada Allah SWT dan karena takut terjerumus pada hal-hal yang dimurkai Allah.

Kita membaca seorang sahabat yang mulia Abu Salamah ra, yang memiliki kebiasaan setiap pulang dari majlis Rasulullah SAW di malam hari, senantiasa membangunkan istrinya untuk bersegera menceritakan oleh-oleh berupa cahaya wahyu al-Qur’an yang baru didapatnya. Kita juga melihat bagaimana shahabat Umar ra menginfakkan
kebunnya yang disayanginya di Madinah hanya karena tertinggal takbiratul-ihram dalam shalat berjama’ah, dll.

Sebab-Sebab Terjadinya Pengabaian

1. Terkotori oleh kemaksiatan

Kemaksiatan berapapun kecilnya adalah berbahaya, bukankah Nabi SAW bersabda: “Apabila seorang hamba berbuat dosa, maka diberikan noda hitam dalam hatinya.” Maka janganlah melihat kecilnya sebuah maksiat, tapi lihat kepada siapa maksiat itu diarahkan?!
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa makna hajrul-qur’an (meninggalkan al-Qur’an) dalam surat al-Furqan bukan hanya berarti tidak membaca, melainkan juga tidak mau menghafal & mengamalkan al-Qur’an. Maka saat ditimpa musibah berat, jangan sedih, mungkin sedemikian banyaklah dosa kita.
Tapi kita tak perlu putus asa, karena jika bertaubat insya Allah akan dihapus dosa tersebut oleh Allah SWT, sebagaimana kata para ulama : La Kaba’ir ma’al Istighfar, wala Shagha’ir ma’al Istimrar.

2. Berlebih-lebihan dalam hal yang mubah

Memang mubah adalah boleh, tapi jika berlebihan maka dapat merusak amal, minimal menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga. Dalam Kitab at-Tauhid, Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa pintu masuk syetan yang terakhir adalah pintu ini, setelah pintu murtad, pintu syirik, pintu bid’ah, pintu kufur, pintu maksiat dan pintu makruh.

3. Tidak sadar akan nilai nikmat Allah

Dalam Al Qur’an surat Ibrahim ayat 34 [1] disebutkan tentang demikian banyaknya limpahan nikmat-Nya pada diri kita. Juga surat QS al-Kautsar [2]. Maka nikmat RABB-mu yang mana lagi yang akan kamu dustakan (dengan tidak bersyukur/beribadah)? Sampai-sampai kita masuk jannah-pun karena nikmat-Nya dan bukan karena amal kita (HR Bukhari Muslim).

4. Lalai terhadap kebutuhan kita terhadap amal-amal tersebut.

Di antara manfaat istighfar adalah menambah kekuatan fisik, rizki, dsb [3].
Jika ingin diingat-Nya maka kita dulu harus ingat pada-Nya (Fadzkuruni adzkurkum…).
Fenomena yang ada di antaranya ialah banyak menyia-nyiakan waktu, menunda-nunda atau bahkan sampai tak tahu apa yang akan dikerjakan lagi.

5. Lemahnya pemahaman yang benar tentang hakikat pahala yang berlipatganda.

Di antara amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu walau sedikit.
Nabi SAW, jika ada waktu istirahat maka istirahat beliau SAW adalah melakukan shalat (Arihna ya Bilal bish Shalat…).

6. Melupakan kematian & apa yang menanti setelahnya.

Allah mengingatkan kita untuk senantiasa mempersiapkan bekal untuk setelah mati [4].
Kata Ali ra: “Shalatlah kalian seperti shalatnya seorang yang akan meninggalkan dunia.”
Pesan Abubakar pada Aisyah ra: “… dan jika aku sudah meninggal, maka kafanilah aku dengan kain yang paling murah, karena ia hanya akan menjadi wadah nanah & darah…”

7. Mengira amalnya sudah cukup

Dicela oleh Allah SWT.
Nabi SAW saat turun surat Hud, Waqi’ah, An Naba’ & Takwir sampai beruban rambutnya.

8. Terlalu banyak tugas & pekerjaan

Maka harus tawazun, ingat kisah Salman & Abu Dzar ra.
Nabi SAW membagi waktunya dalam 3 bagian: 1/3 untuk Rabb-nya, 1/3 untuk keluarganya & 1/3 untuk ummatnya.

9. Ditunda-tunda & dinanti-nanti

Sabda nabi SAW: “Persiapkanlah yang 5 sebelum datang yang 5: Masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”
Orang yang kuat menurut Umar ra adalah orang bersegera dalam setiap amal.

10. Menyaksikan sebagian panutan dalam kondisi pengabaian

Imam Ghazali menyebutkan bahwa salah satu dosa kecil yang bisa menjadi dosa besar adalah dosa kecil yang dilakukan oleh ulama, karena dapat mengakibatkan ditiru orang lain.
Oleh karenanya maka Nabi SAW demikian menekankan disiplin pada keluarganya (Fathimah ra, Ali ra, Hasan & Husein ra) sebelum orang lain.


Maraji’:

- Kitab Afaatun ‘ala Thariiq ad Dakwah, DR. Muh. Nuh
- Al-Mustakhlash fi Tazkiyyatil Anfus, Syaikh Sa’id Hawwa
- Tadzkiratud Du’at, Syaikh Bahi al-Khauly rahimahumuLLAH.

---------------------------------------------------

Al-Ikhwan.net
Abi AbduLLAAH
----------------------------

Catatan Kaki:

[1] “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” (QS. Ibrahim [14]: 34)

[2] “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar [108]: 1-3)

[3] “…maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10-12)

[4] “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr [59]: 18)
Read On 0 komentar

Macam-macam Dosa dan Cara Bertaubat

Macam-Macam Dosa

1. Dosa Besar.
yaitu dosa yang disertai ancaman hukuman di dunia, atau ancaman hukuman di akhirat.

Abu Tholib Al-Makki berkata: Dosa besar itu ada 17 macam, yaitu :
4 macam di hati, yaitu:
  1. Syirik.
  2. Terus menerus berbuat maksiat.
  3. Putus asa.
  4. Merasa aman dari siksa Allah.

4 macam pada lisan, yaitu:
  1. Kesaksian palsu.
  2. Menuduh berbuat zina pada wanita baik-baik.
  3. Sumpah palsu.
  4. Mengamalkan sihir.

3 macam di perut. yaitu :
  1. Minum Khamer.
  2. Memakan harta anak yatim.
  3. Memakan riba.

2 macam di kemaluan. yaitu :
  1. Zina.
  2. Homo seksual.

2 macam di tangan. yaitu :
  1. Membunuh.
  2. Mencuri.

1 di kaki, yaitu :
  • lari dalam peperangan

1 di seluruh badan, yaitu :
  • durhaka terhadap orang tua.

2. Dosa kecil.
Yaitu dosa-dosa yang tidak tersebut diatas

3. Dosa kecil yang menjadi besar
  • Yaitu dosa kecil yang dilakukan terus menerus.
Rasulullah bersabda: tidak ada dosa kecil apabila dilakukan dengan terus menerus dan tidak ada dosa besar apabila disertai dengan istighfar. Allah juga berfirman: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 135)
  • Menganggap remeh akan dosa.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang mu’min dalam melihat dosanya, bagaikan seorang yang berada di puncak gunung, yang selalu khawatir tergelincir jatuh. Adapun orang fasik dalam melihat dosanya, bagaikan seseorang yang dihinggapi lalat dihidungnya, maka dia usir begitu saja.” (HR. Bukhori Muslim)
  • Bergembira dengan dosanya.
Allah berfirman: “Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah [2]: 206)
  • Merasa aman dari makar Allah.
Allah berfirman: “Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al Mujadilah [58]: 7)
  • Terang-terangan dalam berbuat maksiat.
Rasulullah bersabda: “Semua ummatku akan diampunkan dosanya kecuali orang yang mujaharah (terang-terangan dalam berbuat dosa) dan yang termasuk mujaharah adalah: Seorang yang melakukan perbuatan dosa di malam hari, kemudian hingga pagi hari Allah telah menutupi dosa tersebut, kemudian dia berkata: wahai fulan semalam saya berbuat ini dan berbuat itu. Padahal Allah telah menutupi dosa tersebut semalaman, tapi di pagi hari dia buka tutup Allah tersebut.” (HR. Bukhori Muslim)
  • Yang melakukan perbuatan dosa itu adalah seorang yang menjadi teladan.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang memberi contoh di dalam Islam dengan contoh yang jelek, dia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya setelah dia tanpa dikurangi dosa tersebut sedikitpun.” (HR. Muslim)


Jalan Menuju Taubat

1. Mengetahui hakikat taubat.
Hakikat taubat adalah: Menyesal, meninggalkan kemaksiatan tersebut dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Sahal bin Abdillah berkata: “Tanda-tanda orang yang bertaubat adalah: Dosanya telah menyibukkan dia dari makan dan minum-nya. Seperti kisah tiga sahabat yang tertinggal perang”.

2. Merasakan akibat dosa yang dilakukan.
Ulama salaf berkata: “Sungguh ketika saya maksiat pada Allah, saya bisa melihat akibat dari maksiat saya itu pada kuda dan istri saya.”

3. Menghindar dari lingkungan yang jelek.
Seperti dalam kisah seorang yang membunuh 100 orang. Gurunya berkata: “Pergilah ke negeri sana … sesungguhnya disana ada orang-orang yang menyembah Allah dengan baik, maka sembahlah Allah disana bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke negerimu, karena negerimu adalah negeri yang jelek.”

4. Membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya.

5. Berdo’a.
Allah berfirman mengkisahkan Nabi Ibrahim: “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” Al Maraghi berkata: “Yang dimaksud ”terimalah taubat kami” adalah: Bantulah kami untuk bertaubat agar kami bisa bertaubat dan kembali kepada-Mu.”

6. Mengetahui keagungan Allah yang Maha Pencipta.
Para ulama salaf berkata: “Janganlah engkau melihat akan kecilnya maksiat, tapi lihatlah keagungan yang engkau durhakai.”

7. Mengingat mati dan kejadiannya yang tiba-tiba.

8. Mempelajari ayat-ayat dan hadis-hadis yang menakuti orang-orang yang berdosa.

9. Membaca sejarah orang-orang yang bertaubat.


Abu Nu'man Mubarok
al-ikhwan.net
Read On 0 komentar

Syarat-syarat Taubat

Allah berfirman: “dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [9]: 118 )

Syarat-syarat Taubat :
  1. Meninggalkan dosa tersebut. Ibnul-Qoyyim berkata: ”Taubat mustahil terjadi, sementara dosa tetap dilakukan”.
  2. Menyesal atas perbuatannya. Rasulullah bersabda: ”Menyesal adalah taubat”.
  3. Berazzam untuk tidak mengulangi lagi. Ibnu Mas’ud berkata: ”Taubat yang benar adalah: Taubat dari kesalahan yang tidak akan diulangi kembali, bagaikan mustahilnya air susu kembali pada kantong susunya lagi.”
  4. Mengembalikan kedzaliman kepada pemiliknya, atau meminta untuk diha-lalkan. Imam Nawawi berkata: ”Diantara syarat taubat adalah mengembalikan kedzoliman kepada pemiliknya, atau meminta untuk dihalakan”.
  5. Ikhlash. Ibnu hajar berkata: “Taubat tidak sah kecuali dengan ikhlash”. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS. At Tahrim [66]: 8 ). Yang dimaksud taubat yang murni adalah taubat yang ikhlash.
  6. Taubat dilakukan pada masa diterima-nya taubat. Masa diterimanya taubat adalah:
  • Sebelum saat sakarotul maut.
  • Sebelum Matahari terbit dari barat.



Allah berfirman: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang” (QS. An-Nisaa [4]: 18).

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama belum dalam sakarotul-maut” (HR. Tirmidzi).

Dalam hadis yang lain Rasululloh bersabda: “Sesungguhnya Alloh membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang-orang yang melakukan kesalahan di siang hari. Dan Allah membentangkan Tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang melakukan kesalahan pada malam hari” (HR. Muslim).

Dalam hadist yang lain Rasululloh bersabda: “Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, Allah akan menerima taubatnya” (HR. Muslim).

Abu Nu'man Mubarok
al-ikhwan.net
Read On 0 komentar

Makna, Hikmah dan Hadiah bagi Orang Yang Bertaubat

Definisi
  • Menurut bahasa: Kembali
  • Menurut istilah: Kembali mendekat pada Allah setelah menjauh dari-Nya.

Hakikat taubat adalah: Menyesal terhadap apa yang telah terjadi, meninggalkan perbuatan tersebut saat ini juga, dan ber-azam yang kuat untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut dimasa yang akan datang.

Urgensi Taubat
  • Banyak yang tidak tahu akan hakikat taubat, syarat, dan adab-adabnya. Oleh karena itu banyak yang bertaubat hanya dengan lisan saja, sedangkan hati mereka kosong. Para ulama mengatakan: Taubatnya para pembohong adalah taubat dengan ujung lidah mereka, mereka mengatakan: “Saya mohon ampun dan bertaubat pada Alloh”. Tapi mereka tidak berhenti melakukan maksiat.
  • Allah memerintahkan untuk bertaubat. Allah mengulang perintah tersebut 87 kali. Allah juga memerintahkan Rasulullah untuk bertaubat. Allah berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS. 24:31). Dalam ayat yang lain Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS. 66: 8 ). Rasulullah bersabda: “Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah sesungguhnya saya bertaubat kepada Allah dalam sehari 100 kali” (HR. Muslim).
  • Siapa yang tidak bertaubat kepada Allah berarti dzalim terhadap dirinya. Allah berfirman: “Barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. 49:11).
  • Taubat adalah ibadah yang paling utama. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. 2: 222). Dalam sebuah hadist dikatakan: “Demi Allah, Allah lebih bergembira dari pada seorang mu’min ………” dst.

Buah-Buah Taubat

Hadiah yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang bertaubat :
  • Taubat itu jalan menuju keberuntungan. Allah berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS. 24:31). Ibnul Qoyyim berkata: “Janganlah mengharapkan keberuntungan kecuali orang-orang yang bertaubat”.
  • Malaikat berdo’a untuk orang-orang yang bertaubat. Allah berfirman: “(Malaikat-malaikat) yang memikul `Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala’” (QS. 40:7).
  • Mendapat kemudahan hidup dan rizki yang luas. Allah berfirman: “dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan” (QS. 11:3). Dan firman Allah: “Dan (dia berkata): ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa’” (QS. 11:52). Dan Allah berfirman: “maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu - sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun - niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada-mu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.’
  • Penghapus kesalahan dan pengampun dosa. Dalam hadis qudsi, Rasulullah bersabda: “Wahai anak adam, sesungguhnya engkau telah berdo’a pada-Ku dan mengharap pada-Ku, Aku telah ampunkan dosa-dosamu dan Aku tak menghiraukan. Wahai anak adam, andaikan dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau meminta ampunan pada-Ku, Aku akan mengampunimu, dan Aku tidak menghiraukan. Wahai anak Adam, andaikan kamu datang pada-Ku dengan kesalahan sebesar Bumi, kemudian engkau tidak pernah mensekutukan pada-Ku dengan suatu apapun, Aku akan datang padamu dengan ampunan sebesar bumi pula.” Dan Rasulullah bersabda: “Orang yang bertaubat dari kesalahan bagaikan orang yang tidak punya dosa.” Dalam hadis yang lain: “Taubat itu menghapuskan dosa-dosa yang lalu.”
  • Hati menjadi bersih dan bersinar. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang mu’min jika melakukan perbuatan dosa, maka akan terjadi titik hitam di dalam kalbunya, jika dia bertaubat dan minta ampun pada Allah, kembali cemerlang hatinya, jika dosanya bertambah, bertambah pula titik hitam tersebut, hingga menutupi hatinya. Itulah “ar-ron” yang disebut oleh Alloh dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak (demikian) sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’” (HR. Tirmidzi).
  • Dicintai Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Abu Nu'man Mubarok
al-ikhwan.net
Read On 0 komentar

Makna Ujian dan Jenis-jenis Ujian Allah

Rasulullah SAW adalah orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah, tapi ia juga orang yang paling banyak dan paling berat cobaannya. Para nabi as yang lain juga adalah manusia-manusia paling mulia dan paling dikasihi Allah SWT tapi mereka juga adalah yang paling banyak dan berat dicoba oleh Allah SWT.Kafilah ini lalu diikuti dengan kafilah para ulama salaf yang shalih, mereka adalah yang paling banyak dan berat pula cobaannya jika dibanding manusia lainnya. Imam Syafi’i mengalami pengusiran dari Kufah ke Mesir, Imam Ahmad dipenjara dan disiksa bertahun-tahun, dan Imam Malik disiksa sampai mematahkan kedua tulang bahunya.

Maka ujian bagi seorang mu’min akan selalu meningkatkan ketinggian dan kemuliaannya disisi Allah, dan menguji kebenaran keimanannya (QS 9/1-2). Hikmah yang lain dari cobaan adalah bahwa dengannya seorang mu’min menjadi semakin matang dan kuat, serta bertawakkal dan semakin berserah diri kepada Allah SWT (QS 33/10-13, 22). Dan tidaklah cobaan yang datang kepada seorang mu’min, kecuali hal itu baik baginya sepanjang ia bersabar dan bersyukur, sebagaimana sabda Nabi SAW:

“Menakjubkan urusan seorang mu’min, jika ia mendapatkan ni’mat maka ia bersyukur dan syukur itu sangat baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah maka ia bersabar dan sabar itu sangat baik baginya.” (HR Muslim & Tirmidzi)

Lihatlah istri Rasulullah SAW, Aisyah ra yang mendapatkan ujian yang sangat berat dalam sejarah Islam dengan fitnah yang keji, tetapi Allah SWT menyatakan bahwa hal tersebut sangat baik baginya (QS 24/11). Imam Ghazali dalam Ihya-nya menceritakan tentang kisah dirinya sendiri, sangkaannya bahwa ia sudah mencapai kesempurnaan dalam bersabar, maka ia berdoa pada Allah untuk diberikan ujian sekehendak-Nya, maka Allah-pun mengujinya dengan ujian yang remeh, yaitu tidak dapat buang air kecil, maka iapun tidak mampu menanggung ujian tersebut, maka iapun bertaubat dan Allah SWT menyembuhkannya, maka iapun keluar ke jalan-jalan sambil berkata pada setiap anak kecil yang dijumpainya: “Pukullah pamanmu yang bodoh ini nak!”

Ujian adalah sebuah kemestian dalam kehidupan, jangankan sebagai seorang mu’min, orang kafirpun mendapatkan musibah dan kesulitan juga (QS 90/4), tetapi hendaklah kita tidak meminta untuk diberi ujian oleh Allah SWT, karena kalau DIA menguji kita, maka ujian tersebut pasti sesuai dengan kemampuan kita, karena DIA Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, tetapi kalau kita yg meminta untuk diuji, maka ujian yang datang boleh jadi diluar kemampuan kita, karena DIA Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.

MAKNA UJIAN
  1. Ujian (fitnah) berasal dari kata bahasa Arab fa-ta-na yang berarti imtihaan, ikhtiyaar, ibtilaa’, yang artinya ujian. Kalimat fatanu adz-dzahaab berarti membakar emas untuk memurnikannya, artinya emas perlu dibakar (diuji) dulu sampai ketahuan kualitasnya. Demikian juga pembakaran batu bata dan pencucian pakaian dilakukan untuk menguatkannya dan membersihkannya. Demikian pula ujian bagi manusia diberikan untuk menguatkan jiwanya dan membersihkan dosanya.
  2. Ali ra berkata: Iman itu bukanlah cita-cita dan bukan pula khayalan manusia, melainkan ia adalah sesuatu yang menghunjam dalam hati dan dibenarkan oleh amal perbuatannya.

JENIS-JENIS UJIAN :

1. UJIAN KELUARGA DAN ANAK (QS 64/14-15)

  • Contoh terbaik untuk hal ini adalah Nabi Ibrahim dan keluarganya, sudah lama tidak punya anak (QS 15/54), saat usia tua diberi anak diperintahkan oleh Allah SWT untuk ditinggalkan di padang pasir tandus (QS 14/37), saat sudah remaja setelah sekian lama tak bertemu diperintahkan untuk menyembelihnya (QS 37/102). Tetapi semua itu tidak sedikitpun menggetarkan cintanya kepada Penciptanya.
  • Contoh lainnya adalah Nabi Muhammad SAW, yang disebutkan dalam al-hadits berkali-kali ditinggal mati oleh keluarganya (dari sejak kecil sudah tidak punya ayah, lalu ditinggal mati ibunya, kakeknya, pamannya, istrinya, anak-anaknya) tetapi beliau SAW tetap bersabar.
  • Para tabi’in seperti Farukh yang meninggalkan istrinya dalam keadaan hamil untuk mempertahankan Islam, maka anaknya kemudian menjadi tokoh tabi’in di Madinah yaitu Rabi’ah ar-Ra’yu. Ulama salaf lainnya seperti Imam Syafi’i ditinggal oleh ayahnya berjihad, tetapi ibunya tetap bersabar dan berikhtiar sehingga anaknya menjadi ulama nomor satu pada zamannya.
  • Contoh untuk cobaan yang keburukan keluarga adalah yang dialami oleh Nabi Luth dan Nabi Nuh as. Seorang hamba yang beriman, tetapi istri mereka malah paling memusuhi dakwahnya sehingga istri mereka berdua diabadikan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an sebagai tokoh-tokoh ahli neraka (QS 66/10). Pada kondisi cobaan dari suami yang jahat adalah seperti yg dialami oleh Asiyyah binti Muzahim, istri Fir’aun, yang bersabar atas siksaan suaminya sehingga menjadi salah seorang diantara wanita paling terkemuka di syurga (QS 66/11)

2. UJIAN HARTA (QS 57/20)
  • Nabi Sulaiman as. Dibukakan berlimpahnya harta sebagai raja yang paling berkuasa, diberikan kemampuan menundukkan binatang-binatang, bahkan Jin, Syaithan, angin sebagai kendaraannya, mampu mengerti bahasa-bahasa binatang, tetapi ia malah berdo’a: Wahai Rabb-ku, tunjukkanlah padaku bagaimana caranya aku mensyukuri ni’mat-Mu, dan bagaimana caranya aku beribadah yang paling Engkau ridhai. (QS 27/19).
  • Nabi Muhammad SAW: Mendapat 1/5 harta ghanimah, pernah mendapat bagian ghanimah kambing sebanyak dua bukit, tapi saat wafat? Hanya memiliki kuda, pedang dan baju besi yang tergadai pada seorang Yahudi. Selesai shalat buru-buru kekamarnya karena ingat pada sekeping emas yang belum dishadaqahkan; Pada wanita yang memberikan kue saat ia memegang perhiasan Bahrain, langsung diberi semua perhiasan yang dipegangnya; Domba 2 bukit setelah perang Hunain yang diminta oleh seorang Badui diberikan seluruhnya; Tidak pernah bilang “Tidak” pada orang yang meminta (HR Muttafaq ‘alaih dari Jabir ra).
  • Beliau SAW pernah menyatakan:
“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas kalian, tetapi aku takut jika Allah nanti membukakan pintu dunia sebagaimana telah dibuka-Nya untuk ummat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba menikmatinya, sebagaimana ummat sebelum kalian juga telah berlomba menikmatinya, lalu dunia itu membinasakan kalian, sebagaimana telah membinasakan mereka.”

Hadits ini dialami oleh sahabat ra (saat penaklukan Persia), yaitu berlimpahnya ghanimah kaum muslimin, sampai ada seorang prajurit bawahan yang membawa sebuah mahkota Raja Kisra Persia dan memberikannya pada komandannya sehingga membuat kagum sang komandan pada kejujurannya.
  • Hikmah ditenggelamkannya Qarun dizaman Musa as (QS 28/76), karena gagal diuji dengan hartanya.

3. UJIAN ILMU (QS 2/44; 7/175-176)
  • Hikmah dari Bal’am bin Mulkan (QS 7/175-176), seorang ulama Bani Israil yang sangat alim (pandai) dan ahli ibadah, tetapi kemudian tergoda oleh syahwat (wanita) dan dunia (harta) sehingga termasuk ke dalam orang yang celaka di dunia dan di akhirat.
  • Hikmah dari Samiri (QS 20/95-96 ), seorang ulama Bani Israil yang sangat pandai, tetapi kepandaiannya kemudian disalahgunakan sepeninggal sang pemimpin untuk membuat sapi betina yang menyesatkan kaumnya.

4. UJIAN DALAM PENYAKIT
  • Hikmah Nabi Ayyub as (QS 21/83), diberi ujian penyakit yang sangat berat tetapi tetap dalam keimanannya sehingga Allah SWT mengangkat derajatnya di dunia dan di akhirat.

5. UJIAN SIKSAAN DARI ORANG KAFIR
  • Hikmah Ashaabul Ukhdud (QS 85/4-8), seorang pemuda beriman yang diberikan berbagai cobaan berat namun diselamatkan Allah SWT, sehingga kematiannya oleh raja disaksikan oleh seluruh penduduk di kota tersebut dan menyebabkan masuk Islamnya seluruh kota, sehingga raja membuat parit mengelilingi kota dan menyalakan api serta menyuruh seluruh penduduk yang tidak mau kafir untuk mencebur ke dalam parit tersebut, sehingga ribuan orang mati syahid (hadits selengkapnya di Kitab Riyadhus Shalihin jilid-II, oleh Imam Nawawi)

6. UJIAN DALAM BERAGAMA (QS 5/77)
  • Menjadi berlebih-lebihan dan ekstrim (ifraath) atau sebaliknya menjadi berkurang-kurangan (tafriith) dalam menjalankan agama.
  • Sabda Nabi SAW: “Agama Islam ini akan dipikul dalam setiap generasi oleh orang-orang yang adil; yang senantiasa berusaha membersihkan agama ini dari penyimpangan orang-orang yang berlebihan, manipulasi orang-orang yang sesat, dan penafsiran orang-orang yang bodoh.” (HR Ahmad)
  • Orang yang berlebihan/ekstrim senantiasa berusaha menambah-nambahi dan memperberat agama yang sudah sempurna ini dengan berbagai penafsiran yang membuat agama ini kehilangan kelembutan dan rahmahnya sehingga menjadi agama yg keras, garang dan tanpa kompromi. Sementara orang-orang yang sesat selalu berusaha menafsirkan ayat ataupun hadits sesuai keinginan dan hawa nafsunya dengan tujuan jahat dan merusak Islam dari dalam. Dan orang-orang yang bodoh berusaha melaksanakan ibadah tanpa ilmu dan tanpa disertai dalil-dalil yang kuat sehingga agama ini menjadi penuh dg bid’ah.
  • Bahwa syarat diterimanya ibadah mahdhah adalah bahwa ia harus ikhlas (QS 98/5) dan harus ittiba’ / ada contohnya dari Nabi SAW berdasarkan dalil yang shahih (QS 3/31). Sedangkan syarat diterimanya ibadah ghairu mahdhah (mu’amalah) adalah harus ikhlas dan tidak bertentangan dengan dalil yang shahih.
MARAJI’ :
  1. Al-Qur’an al-Karim, Tafsir wal Bayan Wa Asbaab an Nuzuul. DR. Muhammad Hasan al-Mahdhiy.
  2. Riyadhus Shalihin. Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi.
  3. Hikmatul Ibtilaa’. Asy Syahid Sayyid Quthb.
  4. Suar min Hayati at-Tabi’in. DR Khalid Muhammad Khalid
  5. Lain-lain.

al-ikhwan.net
Abi Abdillah
Read On 0 komentar

Lima Perkara

Seorang sufi bercerita tentang perjalanan jiwanya

Dia berkata : Hatiku pernah gelisah memikirkan lima perkara
Sehingga aku sibuk mencari jawabannya
Ternyata aku mendapatkannya dalam lima perkara pula,

Pertama, aku mencari berkah dalam mengejar keperluan hidup
Aku menemukannya saat aku melakukan Shalat Dhuha

Kedua, aku mencari penerang dalam alam kubur
Aku menemukannya saat aku melakukan Shalat Malam

Ketiga, aku mencari jawaban untuk pertanyaan Munkar dan Nakir
Aku menemukannya saat aku membaca Al Qur’an

Keempat, aku mencari alat pegangan saat meniti Shiratal Mustaqim
Aku menemukannya saat aku berpuasa dan bersedekah

Dan kelima, aku mencari naungan Arasy
Dan aku menemukannya saat aku mengasingkan diri dan beribadah kepada Allah

Sekarang hatiku beristirahat dengan tenang


Kiriman Seri Utami
Read On 0 komentar

Menumbuhkan Cinta Kasih Suami Istri

Ketenteraman, ketenangan dan kasih sayang kepada pasangan merupakan target yang diupayakan untuk terwujud dalam rumah tangga, ia bisa menjadi tolak ukur kebahagiaan pasangan suami istri, meskipun Allah menyatakan bahwa semua itu merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaanNya akan tatapi tidak berarti bahwa pasangan suami istri pasrah tanpa ada upaya dan usaha untuk mewujudkannya melalui langkah-langkah yang menjadi sebab ketenangan dan kebahagiaan suami istri, bagaimana pun Allah mengaitkan sesuatu dengan sebabnya.

Hadiah

Hadiah berpengaruh besar dalam menumbuhkan cinta kasih suami istri lebih-lebih jika pemilihan dan momennya tepat, sekecil apapun hadiah tersebut karena biasanya pasangan tidak melihat kepada apa yang dihadiahkan akan tetapi kepada penghadiahan itu sendiri yang merupakan wujud dan ungkapan kasih sayang. Bukankah lumrah kalau orang cenderung tidak memberi kecuali kepada orang yang dia cintai? Untuk itu tidak perlu berkhayal hadiah mahal yang menipiskan dompet, itu kalau Anda berduit, akan tetapi cukup sesuaikan dengan mizaniyah yang mampu Anda pikul. Suami misalnya sepulang kantor dia bisa mampir ke sebuah warung atau toko membeli sesuatu atau makanan yang terjangkau kesukaan keluarga, ketika istri membuka pintu menyambutnya pulang, sementara di tangan suami ada sesuatu untuknya dimakan bareng-bareng tentu hal ini membuat semua anggota keluarga tersenyum. Istri pun bisa melakukannya untuk suami, tetapi kalau istri tidak bekerja dari mana dia bisa memberi hadiah kepada suami? Jangan cemas, buatkan saja makanan atau minuman kesukaannya pada saat tertentu lebih-lebih jika hal itu tidak diberitahukan sebelumnya, ini bisa jadi kejutan bukan? Begitu besarnya pengaruh hadiah dalam menumbuhkan kasih sayang ini ditetapkan oleh sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan al-Bukhari dari di al-Adab al-Mufrad dari Abu Hurairah.

“ تَهَادَوْا تَحَابُوا.” (Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya kalian akan saling menyayangi).

Salam

Salam adalah doa keselamatan, ia pengusir keterasingan, kemarahan dan kebencian, ia indikasi terjalinnya hubungan baik dan kasih sayang, tentunya yang paling layak mendapatkan semua itu adalah keluarga. Ketika suami hendak meninggalkan rumah atau ketika dia pulang ke rumah atau ketika istri meminta izin keluar kepada suami karena ada hajat yang harus ditunaikan dan pada semua itu diiringi dengan ucapan salam niscaya lenyaplah kemarahan yang mungkin tersisa di dalam hati, berganti dengan ketenteraman dan kelapangan, plong rasanya. Inilah pengarahan Rasulullah saw kepada para sahabat,

وعن إبي هريرة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال : قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلًّمَ : " لاَ تَدْخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا ، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا ، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ ." رواه مسلم

Dari Abu Hurairah rhu berkata, Rasulullah saw bersabda, “Kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling menyintai, maukah kalian aku tunjukkan sesuatu jika kalian melakukannya niscaya kalian saling menyintai ? Tebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim).

Lihatlah Rasulullah saw menetapkan bahwa menebarkan salam di antara kaum muslimin membuat mereka saling menyintai. Bukankah suami istri juga termasuk kaum muslimin? Dan sebelum itu al-Qur`an telah berbicara,

“Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.” (An-Nur: 65).

Imam an-Nawawi di Riyadhus Shalihin menulis bab, ‘Anjuran salam jika masuk rumahnya’ lalu beliau menyebutkan ayat di atas dan hadits Anas, dia berkata, Rasulullah saw berkata kepadaku, “Wahai anakku jika kamu masuk kepada keluargamu maka ucapkanlah salam karena ia adalah barakah atasmu dan keluargamu.” (HR. at-Tirmidzi dia berkata, “Hadits hasan shahih.”).

Membantu

Membantu pasangan dengan mengambil alih sebagian dari tugas-tugasnya menimbulkan perasaan dalam diri pasangan, ‘Oh ternyata suami saya atau istri saya tidak menginginkan saya dalam kesulitan, dia ingin meringankan beban saya dan itu sebagai realisasi cintanya kepada saya.’ Dalam kondisi ini, karena pasangan merasa diperhatikan dengan bantuan Anda kepadanya, tentunya dia akan membalasnya dengan cinta pula. Biasanya yang membuat pasangan emoh membantu adalah perasaan gengsi, dia menganggap tidak level mengerjakan pekerjaan tersebut, ini umumnya terjadi pada suami, yang ada di benak suami, ‘masak aku sebagai ini, sebagai itu harus turun keprabon atau harus nyuci piring kotor atau harus nyeboki anak dan sebagainya,’ pikiran seperti ini kurang tepat, memang tanpa Anda turun ke belakang mengerjakan sebagian tugas istri tidak akan membuat hubungan Anda dengannya menjadi buruk, akan tetapi jika Anda bersedia membantunya niscaya ada yang lain dalam arti positif antara Anda dengan dia, ya minimal jika istri anda sakit misalnya Anda tidak perlu kalang kabut dengan urusan belakang Anda karena sebagian darinya telah biasa Anda kerjakan dan belum tentu anda mampu membayar pembantu.
Buang sajalah rasa gengsi itu bukankah pemimpin adalah abdi rakyatnya? Orang-orang Arab berkata,

“ سَيِّدُ القَوْمِ خَادِمُهُمْ .” (Pemuka suatu kaum adalah pelayan mereka).

Simaklah keteladanan baginda Nabi saw. Dari al-Aswad bin Yazid berkata, Aisyah ditanya, “Apa yang dilakukan oleh Nabi saw di rumah?” Aisyah menjawab, “Melayani keluarganya. Jika tiba waktu shalat beliau pergi shalat.” (HR. al-Bukhari).

Beliau juga bersabda,

أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ .

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya.” (HR. at-Tirmidzi dia berkata, “Hadits hasan shahih.”).

Sentuhan

Sentuhan lembut adalah salah satu bahasa cinta, memang kasih sayang tidak harus dibahasakan dengan sentuhan, saya yakin pasangan Anda menyayangi anda ker Allah dengan tulus, akan tetapi bagaimanapun cinta dan kasih tanpa sentuhan adalah garing dan sesuatu yang garing lama-lama bisa mati lho.. inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah saw ketika beliau mencium dua cucu tercintanya Hasan dan Husain dan itu dilihat oleh seorang Arab badui yang garing, badui ini berkata, “Aku mempunyai sepuluh orang anak, tidak seorang pun dari mereka yang aku cium.” Rasulullah saw menjawab, “Apa yang bisa aku perbuat kalau Allah mencabut kasih sayang dari hatimu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Lihatlah di sini, Nabi saw tidak menutup kemungkinan dicabutnya kasih sayang dari badui ini manakala tidak ada sentuhan apapun darinya kepada anaknya.

Sentuhan, ciuman, pelukan, berpegangan tangan dan yang sepertinya di samping mendekatkan dari sisi fisik ia juga mendekatkan dari sisi emosi, bisa dipastikan pasangan Anda akan merespon dan pada saat itu terjalinlah sesuatu yang hanya anda rasakan dengan pasangan. Pastinya, orang yang tidak menyayangi tidak disayangi.

Memberi pujian

Memberi pujian kepada pasangan dalam waktu-waktu tertentu. Pujian karena sesuatu yang diucapkan atau dilakukan oleh pasangan, atau pujian fisik seperti kata-kata ‘cantik’ atau ‘baik’ atau ‘kamu perhatian’ dan sejenisnya membuat pasangan merasa dihargai dan diperhatikan, dia merasa keberadaaannya berarti dan diperlukan dan tidak ragu ini memberikan saham positif dalam mempererat keharmonisan dan kemesraan suami istri.

Pujian adalah kata-kata yang baik, ia menenteramkan dan menenangkan hati. Pujian yang baik dan tepat memberi dorongan kepada pasangan yang dipuji untuk melakukan lebih baik daripada apa yang telah dilakukan atau paling tidak mempertahankannya. Pujian yang baik dan tepat mengobati ucapan dan sikap kepada pasangan yang mungkin keliru dan tidak patut untuk diucapkan dan dilakukan, ia menjembatani keduanya untuk lebih mendekat.

وَعَنْ أُمِّ كُلْثُوْمٍ بِنْتِ عُقْبَةَ بن أَبِي مُعَيط رضي الله عنها قالت : سَمِعْتُ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلًّمَ يقول : " لَيْسَ الكَذَّابُ الّذِي يُصْلحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرًا ، أَوْ يَقُوْلُ خَيْرًا وفي رواية مسلم زيادة ، قالت : وَلَمْ أَسْمَعْهُ يُرَخِّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُوْلُهُ النَّاسُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ تَعْنِي : الحَرْبَ ، وَلإِصْلاَحَ بَيْنَ النَّاسِ ، وَحَدِيثَ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ ، وَحَدِيثَ المَرْأَةِ زَوْجَهَا .

Dari Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Muaith berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Bukan pendusta orang yang memperbaiki di antara manusia lalu dia menyampaikan berita kebaikan atau berkata kebaikan.” (Muttafaq alaihi).
Tambahan riwayat Muslim dia berkata, “Aku tidak mendengar Rasulullah saw memberi keringanan pada sesuatu dari apa-apa yang diucapkan oleh manusia kecuali pada tiga perkara yakni perang, islah (perbaikan) di antara manusia dan pembicaraan suami kepada istri, pembicaraan istri kepada suami.”

Kebersihan diri

Maklum bagi kita kalau jiwa manusia menyukai yang bersih dan menjauhi yang kotor. Bagaimana hubungan Anda dengan pasangan bisa mesra dan harmonis jika Anda atau pasangan Anda dalam keadaan tidak bersih? Dan biasanya yang tidak bersih itu menimbulkan bau yang tidak sedap, lumrah kalau bau tidak sedap dijauhi karena ia mengganggu bahkan malaikat pun merasa terganggu oleh bau tidak sedap. Kalau pasangan menjauh karena ketika dia mau dekat atau duduk berdampingan atau hendak merengkuh Anda, yang dia endus adalah sesuatu yang menusuk hidung, lalu di mana mesranya? Pasangan ‘ogah’ nempel.

Bagi seorang muslim kebersihan bukan barang aneh atau benda asing, karena dalam Islam terdapat syariat thaharah yang meliputi thaharah dari hadats: wudhu dan mandi, thaharah najas termasuk badan dan pakaian. Semua itu adalah kebersihan. Dalam Islam terdapat anjuran berminyak wangi bagi suami dan kondisi tertentu, terdapat anjuran kepada istri untuk berhias demi suami, terdapat anjuran bersiwak yang merupakan kebersihan mulut dan mulut adalah pemupuk keharmonisan. Kata orang, ciuman orang tua kepada anak di kening dan ciuman suami kepada istri atau istri kepada suami di bibir.

Jagalah kebersihan diri karena orang yang paling berhak merasa nyaman dan tenteram berada disamping Anda adalah pasangan Anda.

Bercanda

Bercanda adalah rehat hati, pikiran, obat kejenuhan, penawar kebosanan dan penghasil senyuman, Anda bisa bayangkan dinginnya hubungan suami istri jika tidak diselingi gurau, suami yang sibuk dengan pekerjaan demi menjaga periuk dapur agar tidak terbalik, lalu istri, kalau ia tidak bekerja di luar rumah, kalau dia bekerja maka lebih-lebih, dengan rutinitas rumah yang tidak bisa dikatakan lebih ringan daripada suami, dalam kondisi seperti ini bagaimana rasanya hubungan keduanya jika tanpa canda dan gurau? Tidak ada salahnya kalau Anda mencoba agar Anda merasakan dan mengetahui pengaruh positif gurauan bagi hubungan Anda dan pasangan.

كُلُّ شَىْءٍ لَيْسَ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ : مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ ...

“Segala sesuatu yang di dalamnya tidak ada dzikrullah adalah sia-sia belaka, kecuali empat perkara: percandaan laki-laki terhadap istrinya…” (HR. An-Nasa`i).

Melakukan berdua

Melakukan berdua merajut kebersamaan dan kedekatan fisik. Tahukah Anda bahwa kedekatan jiwa bisa berawal dari kedekatan fisik? Dari sini kita memahami larangan tasyabuh dengan orang-orang kafir karena kebersamaan perbuatan menggiring kepada kebersamaan keyakinan. Di tengah kesibukan Anda berdua memikul kewajiban rumah tangga jangan haramkan diri Anda dari berdua-duaan dengan pasangan walaupun hanya sekedar duduk-duduk membicarakan hal-hal ringan, atau melakukan kegiatan rumah berdua, bersih-bersih rumah atau membuat makanan kesukaan berdua lalu di makan berdua atau mengunjungi kerabat atau rekan karib hanya berdua tanpa anak-anak, sesekali dilakukan Anda akan merasakan kedekatan dengan pasangan atau mandi berdua, kenapa tidak? Nabi saw sendiri melakukannya dengan Aisyah.
Aisyah berkata,

كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلًّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ وَاحِدٌ فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُوْلَ دَعْ لِي دَعْ لِي ، قَالَتْ : وَهُمَا جُنُبَانِ .

“Aku dan Rasulullah pernah mandi bersama dari satu gayung untuk berdua (secara bergantian), lalu beliau mendahuluiku sehingga kau katakan, ‘biarkan untukku, biarkan untukku,’ ia berkata, ‘sedang keduanya dalam keadaan junub’.” (HR. Muslim).

sumber : http://www.alsofwah.or.id/
Read On 0 komentar

Hikmah Menanam Pohon

Diriwayatkan, ada seorang laki-laki bertemu Abu Darda' yang sedang menanam pohon. Kemudian, laki-laki itu bertanya kepada Abu Darda', ''Hai Abu Darda', mengapa engkau tanam pohon ini, padahal engkau sudah sangat tua, sedangkan pohon ini tidak akan berbuah kecuali sekian tahun lamanya.'' Abu Darda' menjawab, ''Bukankah aku akan memetik pahalanya di samping untuk makanan orang lain?''

Bagi sebagian orang menanam pohon adalah hal sepele. Apalagi bila umur telah lanjut seperti Abu Darda'. Namun, Islam sebagai agama yang kaffah mengajarkan untuk cinta lingkungan. Menanam pohon adalah ibadah dan bila pohon tersebut berbuah dan buahnya dimakan burung dan manusia maka di hadapan Allah SWT itu bernilai sedekah.

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad menyebut cerita seorang sahabat Rasulullah SAW, ''Saya mendengar Rasulullah SAW membisikkan pada telingaku ini, 'Siapa menanam sebuah pohon kemudian dengan tekun memeliharanya dan mengurusnya hingga berbuah, maka sesungguhnya baginya pada tiap-tiap sesuatu yang dimakan dari buahnya merupakan sedekah di sisi Allah SWT'.'' (HR Ahmad).

Manusia sebagai pengemban kekhilafahan di muka bumi harus menghormati eksistensi pohon. Sebagai penunjang kehidupan, pohon diamanahi Allah SWT mengatur siklus air, menyimpannya dalam pori-pori akar yang kokoh. Menghindarkan manusia dari bencana longsor dan banjir. Kehadiran pohon berguna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Buahnya lezat dimakan dan batangnya dimanfaatkan untuk membangun rumah. Daunnya untuk makanan ternak.

Melalui mekanisme hujan, pohon yang ditanam manusia tumbuh. Dan dengan itu Allah menumbuhkan buah-buahan dari pohon yang kita tanam sebagai rezeki bagi manusia. Sebagaimana firman Allah SWT, ''Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.'' (QS al-Baqarah [2] : 22).

Tuntunan Islam memelihara pohon juga berlaku saat terjadi perang. Nabi Muhammad berkal-kali memesankan kepada para sahabatnya, dalam peperangan janganlah kalian membunuh wanita, anak-anak, dan jangan menebang/merusak tanaman (pohon).

Maka, sungguh relevan ketika penggundulan hutan mulai berdampak negatif bagi kehidupan kita, kebiasaan menanam pohon kita tradisikan kembali. Demi anak cucu kita, demi melestarikan sunahnya.

Sumber: Fidi Mahendra, Republika
Read On 0 komentar

Neraka Wanita Penggoda

Di antara fitnah yang diberitakan oleh Nabi SAW disebutkan dalam hadits shahih, bahwa Nabi SAW pernah bersabda, "Ada dua golongan manusia (penghuni neraka) dari kalangan ummatku yang sekarang belum kulihat keberadaannya, yaitu segolongan orang yang membawa cambuk seperti ekor sapi untuk memukuli orang lain dan segolongan wanita yang berpakaian tetapi telanjang dengan langkah yang berlenggak-lenggok memikat lawan jenisnya; (rambut) kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak bakal mencium bau surga." (HR. Muslim dan Ahmad).

Adapun mengenai kaum wanita yang dimaksud, maka sesungguhnya pada masa sekarang saya telah melihatnya. Mereka berpenampilan memikat hati dan menawan jiwa. Cara jalan mereka diatur sedemikian rupa lenggang-lenggoknya untuk menarik lawan jenisnya dan ternyata pengaruhnya demikian hebat. Kini, pemudi Islam keluar dari rumah orangtuanya dengan merias dirinya dan mengenakan wewangian yang seronok, menanggalkan ajaran laa ilaaha illallaah ke belakang punggungnya seakan-akan memamerkan kepada para penjahat, "Lihatlah! Ini aku!" Selanjutnya, ia pulang dan apa yang dibawanya? Tentu saja ia kembali dengan membawa laknat Allah. Semoga Allah menghindarkan kita dari fitnah ini. Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Wanita yang mengenakan farfumnya, kemudian berlalu di hadapan kaum lelaki agar mereka dapat mencium bau harumnya, maka ia sama saja dengan wanita tuna susila." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa'i).

Demikian itu karena mata jalang mereka pasti akan memandangnya. Oleh karena itu, wahai kaum wanita, hindarilah fitnah ini! Hindarilah fitnah ini! Rasulullah SAW telah bersabda, "Aku tidak meninggalkan pada ummatku suatu fitnah pun yang lebih membahayakan kaum lelaki, selain wanita." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).

Iblis tidak mampu menyesatkan banyak manusia yang mendapat petunjuk, kecuali melalui wanita. Oleh karena itu, saya katakan kepada kaum wanita, mudah-mudahan ada yang mau mendengar dan mudah-mudahan hati mereka terketuk. Mudah-mudahan mereka merenungkan dan memikirkannya. Wahai saudariku, wahai ibuku, wahai wanita muslimah, bertakwalah kepada Allah dalam memelihara iman dan kehormatanmu. Bertaqwalah kepada Allah dalam memelihara iman dan kehormatanmu. Bertaqwalah kepada Allah dalam bergaul dengan masyarakat. Bertaqwalah kepada Allah dalam bergaul dengan para hamba dan memelihara negeri, karena engkaulah yang bertanggung jawab atas terjadinya fitnah bila menimpa mereka. Janganlah engkau menjadi penyebab terjerumusnya orang lain ke dalam marabahaya.

Wahai hamba perempuan Allah, jagalah rumahmu! Jagalah rumahmu (menetaplah di rumahmu)! Wahai hamba perempuan Allah, di kemanakankah imanmu? Manakah hasil pendidikan Nabi Muhammad SAW? Di kemanakankah firman Allah SWT, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu..." (QS. Al-Ahzaab (33) : 33).

Penulis : Abu Luthfi Ar-Rasyid

Referensi : Cambuk Hati
http://www.kotasantri.com/duniamuslimah.php?aksi=Cetak&sid=243
Read On 0 komentar

Hakikat Istighfar

Di dalam Alquran banyak cerita bahwa para nabi selalu mengajak istighfar. Nabi Saleh berkata kepada kaumnya (Tsamud): ''Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).'' (QS Hud [11]:61).

Kepada kaum Aad, Nabi Hud berkata, ''Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.'' (QS Huud [11]:52).

Banyak orang mengira bahwa istighfar atau taubat itu cukup hanya dengan lisan. Sementara perbuatannya tetap berlanjut dalam dosa-dosa. Istighafar seperti ini, menurut para ulama, adalah istighfar setengah hati. Al Ashfahani menerangkan, ''Istighfar artinya memohon ampunan dengan ucapan dan perbuatan. Maka, perintah Allah yang artinya mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.'' (QS Nuh [71]:10). Itu perintah untuk memohon ampunan dengan lisan dan perbuatan. Siapa yang mengatakan bahwa itu cukup dengan lisan saja, jelas itu perbuatan para pendusta.''

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadhush Shalihin berkata, ''Taubat adalah wajib atas setiap dosa.'' Bila dosa itu berhubungan dengan Allah, syaratnya ada tiga. Pertama, tinggalkan dosa-dosa tersebut. Kedua, menyesal atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Ketiga, bertekad untuk tidak mengulagi lagi. Tetapi, bila dosa-dosa tersebut besifat sosial, ditambah satu syarat lagi, hendaklah menyelesaikannya secara sosial, dengan mengembalikan hak-haknya jika berupa harta, atau minta maaf jika berupa ghibah atau sikap yang menyakitkan hatinya.

Banyak kisah sahabat Nabi SAW yang mengesankan, bagaimana mereka menebus dosa setelah bertaubat. Sebut saja, misalnya, Umair bin Wahab, setelah masuk Islam, ia sadar semasa kafirnya sangat memusuhi Nabi. Bahkan, ia pernah bertekad untuk membunuhnya.

Mengingat dosa ini, Umair minta izin kepada Rasulullah SAW untuk berdakwah langsung di tengah masyarakat Quraisy di Makkah. Rasulullah mengizinkannya. Umair berangkat. Di Makkah Umair siang dan malam berdakwah sampai tak terhitung jumlah orang-orang kafir yang masuk Islam karenanya.

(Amir Faishol Fath ) Repblika, 2 april 2008
Read On 0 komentar

Menebar Salam

''Sebarkanlah salam, hubungkanlah tali silaturahim, berilah makan dan dirikanlah shalat malam di saat manusia tertidur lelap. Niscaya kalian akan masuk surga dengan damai.'' (HR Al-Tirmidzi).

Ulama berbeda pendapat akan makna salam dalam kalimat assalaamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu. Sebagian ulama berpendapat, salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah sehingga kalimat assalaamu 'alaik berarti ''Allah bersamamu.'' Sebagian yang lain berpendapat makna salam adalah keselamatan sehingga maknanya, ''Keselamatan selalu menyertaimu.''

Nabi SAW sangat menganjurkan umatnya saling menebar salam, mengucapkan salam kepada sesama Muslim, baik yang belum dikenal maupun yang sudah dikenal.

Beliau juga mengatakan di salah satu hadis bahwa salah satu syarat agar dapat saling cinta-mencintai adalah dengan menebarkan salam, afsyu al-salam bainakum, demikian ungkap beliau. Dengan kata lain, Nabi SAW memerintahkan umatnya membangun dan menciptakan ''budaya salam'' dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah SAW bersabda, ''Kamu sekalian tidak akan masuk surga sebelum beriman, dan kamu sekalian tidaklah beriman sebelum saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kamu kerjakan niscaya kamu sekalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antaramu sekalian.'' (HR Muslim)

Kita dapat merasakan dan membuktikan betapa ucapan, assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu memiliki daya magnet yang luar biasa. Hati kita menjadi damai jika mendengar orang lain mengucapkannya, sekalipun salam itu tidak ditujukan kepada kita.

Tak heran, jika Nabi SAW sangat menganjurkan umatnya selalu mengucapkan salam secara sempurna, karena hal demikian akan mendapat pahala tiga puluh. Bahkan, secara etika dalam mengucapkan salam Nabi SAW memberikan bimbingan yang sangat konkret.

Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ''Hendaklah orang yang lebih kecil memberi salam kepada yang lebih besar darinya, orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan kaki, dan kelompok yang sedikit memberi salam kepada kelompok yang banyak.'' (Muttafaq 'Alaih).

Semestinya kita selalu bersemangat dalam melakukan kebaikan dan menghidupkan serta menyuburkan sunnah Rasulullah SAW. Menebar salam antarumat muslim adalah salah satu sunnah yang sangat dianjurkan Nabi SAW. Semoga dengan banyak menebar salam antarsesama muslim, rasa saling mencintai, mengasihi akan menjelma dalam kehidupan kita sehari-hari.

(Ummu Hasna Syahidah )
Republika, 26 Januari 2008
Read On 0 komentar

Mengapa Doa Ditolak?

''Jangan salahkan Allah bila doa tak dikabulkan dan jangan pula menggerutu atau jemu,'' kata Abdul Qadir-Jailani dalam Mafatih al-Ghaib. Yang perlu dipertanyakan adalah mengapa doa kita tak terkabul? Ada dua sebab mengapa doa tertolak. Yaitu, pertama, tidak memperhatikan adab berdoa, baik adab lahir maupun adab batin.

Rasulullah SAW bersabda, ''Doa seorang hamba Allah tetap dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk suatu perbuatan dosa atau memutuskan silaturahim atau tak terburu-buru segera dikabulkan.'' Seorang sahabat bertanya, ''Wahai Rasulullah, apakah maksud terburu-buru?'' Rasulullah menjawab, ''Ia mengatakan, 'aku telah berdoa tapi aku tidak melihat doaku dikabulkan', sehingga ia mengabaikan dan meninggalkan doanya itu.'' (HR Muslim).

Ketika suatu doa tak segera menampakkan tanda-tanda terijabah, maka seharusnya seseorang tetap berbaik sangka kepada Allah SWT. Sebab, Allah SWT akan mengganti bentuk pengkabulan doa dengan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi si pemohon atau ditunda pengabulannya hingga hari akhirat dalam bentuk deposito pahala.

Kedua, perilaku buruk. Syaqiq al-Balkhi bercerita: ketika Ibrahim bin Adham berjalan di pasar-pasar Bashrah, orang-orang mengerumuni beliau. Mereka bertanya, mengapa Allah belum juga mengabulkan doa mereka padahal telah bertahun-tahun berdoa, serta bukankah Allah berfirman, ''Berdoalah kalian, maka Aku mengabulkan doa kalian.'' Ibrahim bin Adham menjawab, ''Hatimu telah mati dari sepuluh perkara.

'' Yakni, pertama, engkau mengenali Allah, tetapi tidak menunaikan hak-Nya. Kedua, engkau membaca kitab Allah, tetapi tidak mau mempraktikkan isinya. Ketiga, engkau mengaku bermusuhan dengan iblis, tetapi mengikuti tuntunannya. Keempat, engkau mengaku cinta Rasul, tetapi meninggalkan tingkah laku dan sunah beliau. Kelima, engkau mengaku senang surga, tetapi tidak berbuat menuju kepadanya.

Keenam, engkau mengaku takut neraka, tetapi tidak mengakhiri perbuatan dosa. Ketujuh, engkau mengakui kematian itu hak, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Kedelapan, engkau asyik meneliti aib-aib orang lain, tetapi melupakan aib-aib dirimu sendiri. Kesembilan, engkau makan rezeki Allah, tetapi tidak bersyukur pada-Nya. Dan kesepuluh, engkau menguburkan orang-orang, tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa itu.


( M Subhi-Ibrahim )
Republika, 23 Januari 2008
Read On 0 komentar

Muslim Yang Tegar

Pada suatu hari Rasulullah mengajak para sahabatnya berjalan-jalan ke luar Kota Makkah. Saat itu berbagai gangguan fisik terhadap Rasul dan sahabatnya mencapai titik klimaks. Penderitaan kian lengkap dengan wafatnya istri dan paman Rasulullah, dan diberlakukannya blokade ekonomi terhadap Bani Hasyim serta para sahabat Rasul.

Akibatnya mereka kekurangan pangan, kesehatan, dan terancam keselamatannya. Ketika Rasul dan para sahabat sampai ke suatu tempat dan beristirahat, berkata seorang sahabat, ''Ya Rasulullah, kita saat ini mengalami penderitaan yang luar biasa. Penyiksaan fisik sudah terbiasa kami alami, kekurangan makanan dan keselamatan melengkapi penderitaan kami. Bagaimana kalau untuk sementara kita hentikan dulu dakwah ini, kita bangun dulu perekonomian. Setelah kuat baru kita lanjutkan dakwah ini.''

Tidak lama berselang Allah SWT menurunkan wahyu sebagai jawaban terhadap keluhan sahabat tersebut. ''Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.'' (QS-Al Baqarah [2]: 195).

Dari kisah tersebut Allah memerintahkan kita meski dalam kondisi kekurangan harta, melonjaknya harga kebutuhan hidup, sulit mendapat pekerjaan, bahkan dalam kondisi keselamatan terancam, agar tetap tegar dan tidak berputus asa. Sebaliknya dengan harta dan kemampuan yang ada, kita dianjurkan tetap berbuat baik dengan menyedekahkan sebagian harta kita kepada orang lain. Apabila berkeluh kesah apalagi sampai berputus asa, berarti kita menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan.

Apabila kita tetap tegar dan bersabar atas berbagai krisis kehidupan, maka Allah memberikan balasan (pahala) dua kali lipat. Allah SWT berfirman, ''Kepada orang-orang itu diberikan pembalasan (pokok) dua kali lipat, disebabkan kesabaran mereka.'' (QS Al-Qashash [28]: 54).

Diriwayatkan oleh 'Atha' dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah SAW masuk ke tempat orang-orang Anshar, beliau bertanya, ''Apakah kamu semua orang beriman?" Mereka diam. Maka Umar menjawab, ''Ya, wahai Rasulullah!'' Nabi SAW bertanya, ''Apakah tandanya keimanan kamu itu?'' Mereka menjawab, ''Kami bersyukur atas kelapangan. Kami bersabar atas ujian. Dan kami rela dengan ketetapan Allah.'' Lalu Nabi SAW menjawab, ''Demi Tuhan pemilik Ka'bah! Benarlah kamu semua adalah orang beriman!''

(Aang Gunawan )
Republika 4 Maret 2008
Read On 0 komentar

Memaknai Usia

''Belum hilang jejak telapak kaki orang-orang yang mengantarnya ke kubur, seorang hamba (yang telah habis usianya) akan ditanya mengenai empat hal, yaitu hal usianya ke mana dihabiskannya, hal tubuhnya untuk apa digunakannya, hal ilmunya seberapa yang diamalkannya, serta hal hartanya dari mana diperolehnya dan untuk apa dibelanjakannya.'' (HR Tirmidzi).

Karunia Allah yang paling berharga yang diberikan kepada manusia adalah usia. Kekayaan dan kekuatan manusia tidak berarti apa-apa jika usia sudah tiada. Menurut Ar Razi, jika hilangnya masa dipahami sebagai hilangnya modal, sedangkan modal manusia adalah usia yang dimilikinya, manusia pun selalu mengalami kerugian. Sebab, setiap saat, dari waktu ke waktu, usia yang menjadi modal utamanya terus berkurang.

Tidak diragukan lagi, jika usia itu digunakan manusia untuk bermaksiat, ia benar-benar mengalami kerugian. Bukan hanya tidak mendapatkan kompensasi apa pun dari modalnya yang hilang, namun lebih dari itu. Apa yang dilakukan dapat membahayakan dan mencelakakan dirinya. Begitu juga jika usianya dihabiskan untuk mengerjakan perkara-perkara yang mubah, ia tetap dikatakan merugi sebab usia sebagai modalnya habis tanpa meninggalkan dan menghasilkan apa pun bagi dirinya.

Untuk itu, usia haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya. Suatu hari, seorang murid bertanya kepada mursyidnya, ''Apa makna usia?'' Jawabannya adalah sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW, ''Apabila hari ini amal pekerjaanmu masih sama dengan hari kemarin, berarti kamu merugi. Bila lebih jelek daripada kemarin, terkutuk namanya. Bila lebih bagus, barulah termasuk beruntung.Nah, apakah usiamu yang setiap saat berkurang telah digantikan oleh hal-hal yang lebih baik atau sebaliknya? Di situlah makna usiamu.''

Ada dua hal penting mengapa usia harus mendapat perhatian serius. Pertama, Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas usia yang Allah karuniakan. Kedua, usia adalah masa yang menentukan baik buruknya manusia. At Tirmidzi meriwayatkan bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Siapa manusia terbaik?'' Beliau bersabda, ''Manusia yang usianya panjang dan dihabiskan untuk kebaikan.'' Ia bertanya lagi, ''Siapa manusia terburuk?'' Beliau bersabda, ''Manusia yang usianya panjang, namun dihabiskan untuk keburukan.'' Wallahu a'lam bish-shawab.


Oleh : Muhammad Bajuri
Republika, 29 April 2008
Read On 0 komentar

Meninggalkan Al Qur"an

Oleh : Danni Nursalim Harun

''Sesungguhnya, Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.'' (QS Al Israa [19]: 9).

Alquran adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah bagi umat manusia. Bagi umat Islam, Alquran adalah pegangan hidup yang akan mengantarkannya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Seiring perjalanan waktu yang merupakan sunnatullah dalam kehidupan setiap umat manusia, kaum Muslimin mulai meninggalkan Alquran sedikit demi sedikit. Hal itu telah termaktub di dalam Alquran, ''Berkatalah Rasul, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Alquran itu sesuatu yang tidak ditinggalkan'.'' (QS Alfurqan [25]: 30).

Ada beberapa bentuk meninggalkan Alquran. Setiap bentuk memiliki perbedaan kadarnya dengan yang lainnya, sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnu Qayyim Al Jawziyah. Adapun bentuk-bentuk meninggalkan Alquran sebagai berikut. Pertama, tidak mau mendengarkannya, mengimaninya, dan memerhatikannya. Hal itu telah menyelisihi perintah Allah SWT, ''Dan, apabila dibacakan Alquran, dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.'' (QS Al A'raaf [7]: 204).

Kedua, tidak mengamalkannya dengan tidak memerhatikan apa yang telah dihalalkan dan diharamkannya walaupun ia membacanya dan mengimaninya. Padahal, dalam ayat yang disebutkan di atas, Alquran adalah petunjuk ke jalan yang lurus. Berarti, jika tidak melaksanakan Alquran, kesesatan menjadi sebuah kepastian.

Ketiga, tidak mau berhukum dengan Alquran, baik dalam masalah akidah maupun yang lainnya. Kemudian, menganggap bahwa Alquran tidak memberikan keyakinan dan lafaz-lafaznya tidak menghasilkan keilmuan. Allah SWT berfirman, ''Dan, Kami turunkan kepadamu Alkitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.'' (QS Annahl [16]: 89).

Keempat, tidak merenungkannya, memahaminya, dan tidak berusaha untuk mengetahui keinginan Sang Pembicara di dalam Alquran, yaitu Allah SWT. Firman Allah, ''Maka, apakah mereka tidak memerhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.'' (QS Annisa [4]: 82).

Marilah kita kembali kepada Alquran dengan membacanya, mendengarkannya, menelaahnya, serta mengamalkannya. Agar kita tidak termasuk dalam salah satu orang yang meninggalkan Alquran. Wallahu a'lam bishshawab.

sumber : Republika 5 Mei 2008
Read On 0 komentar

Menimbang Derajat Diri di Sisi Allah

KH Abdullah Gymnastiar

Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaknya memperhatikan bagaimana kedudukan Allah dalam hatinya. Maka sesungguhnya Allah menepatkan (mendudukan) hamba-Nya, sebagaimana hamba itu mendudukan Allah dalam jiwanya (hatinya)".

Saudaraku, yang termahal dalam hidup adalah keyakinan pada Allah. Semakin kuat dan mendalam keyakinan kita pada Allah, maka semakin beruntung hidup kita. Betapa tidak, saat itulah kita telah memiliki barang termahal dalam hidup.

Apalah artinya kita memiliki kekayaan melimpah, bila hati kita miskin dari mengenal Allah. Apalah artinya kita dikenal orang banyak, bila kita tidak mampu mengenal Allah. Apalah artinya kita memiliki jabatan tinggi, bila kedudukan kita rendah di hadapan Allah. Intinya, semua yang ada selain Allah adalah cobaan dan fitnah belaka. Walau memiliki dunia, kedudukan kita akan rendah bila tidak mengenal Allah.

Sangat mudah bagi kita untuk mengetahui tinggi rendahnya derajat diri di sisi Allah. Ada tiga tolak ukur. Pertama, dari frekuensi ingat. Dalam 24 jam waktu yang kita miliki tiap hari, berapa jam kita ingat Allah. Saat shalat apakah kita ingat Allah atau ingat yang lain. Saat makan, apakah kita ingat pada Dzat yang mengaruniakan makanan tersebut, atau malah mencela makanan. Saat berangkat kerja, apakah kita sudah meniatkannya sebagai sarana ibadah atau sekadar mencari uang. Saat di perjalanan, apakah kita sibuk berdzikir serta menafakuri ayat-ayat Allah atau malah mata kita jelalatan. Bila hati kita selalu nyambung pada Allah dalam kondisi apapun juga, maka sesungguhnya Allah telah meninggikan derajat.

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaknya memperhatikan bagaimana kedudukan Allah dalam hatinya. Maka sesungguhnya Allah menepatkan hamba-Nya, sebagaimana hamba itu menempatkan Allah dalam jiwanya (hatinya)". Kedua, sejauh mana usaha kita untuk "menyenangkan" Allah. Tinggi rendahnya derajat kita di sisi Allah dapat terlihat dari senang tidaknya kita melakukan amalan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Allah menyukai shalat berjamaah 27 kali lipat daripada shalat sendirian.

Apakah kita termasuk orang yang bersegera pergi ke masjid tatkala adzan berkumandang, atau malah sibuk dengan urusan dunia? Allah menyukai kedermawanan. Apakah kita sudah termasuk orang yang dermawan? Allah menyukai hamba-hamba yang dekat dengan Alquran. Apakah kita telah bersungguh-sungguh berinterkasi dengan Alquran? Semakin kita gigih "menyenangkan" Allah dengan melakukan amalan yang dicintai-Nya, insya Allah derajat kita akan tinggi di sisi-Nya.

Ketiga, sejauh mana kegigihan kita menghindarkan diri dari maksiat. Salah satu ciri kedekatan seorang hamba dengan Allah, terlihat dari kesungguhannya dalam menjauhi maksiat. Adalah kenyataan bila manusia tidak akan pernah luput dari dosa. Namun, orang-orang yang berkedudukan tinggi di sisi Allah, akan segera bertobat saat ia terjerumus ke dalam maksiat. Ia menyesal, kemudian ber-azam untuk tidak mengulangi kesalahan, dan menggantinya dengan kebaikan yang lebih banyak. Sebaliknya, orang yang jauh dari Allah akan bahagia dengan dosa, tidak memiliki penyesalan, dan mengulanginya lagi di lain kesempatan.

Saudaraku, jangan ada yang ditakutkan dalam hidup ini, kecuali takut tidak dapat mengenal Allah. Harta, pangkat, jabatan, ketenaran, atau ketampanan rupa sama sekali tidak bernilai, bila hati kita hampa dari mengingat Allah. Maka kita harus mulai mengubah cita-cita hidup: cukuplah menjadi orang yang bermanfaat bagi manusia, dan berkedudukan tinggi di hadapan Allah. Wallahu a'lam.

Republika
Read On 0 komentar
 

About me | Author Contact | Powered By Blogspot | © Copyright  2009