( KH Abdullah Gymnastiar )
Ada kejadian menarik ketika saya melakukan umroh beberapa waktu lalu. Di depan Multazam sempat terjadi keributan antara dua orang. Seorang dari mereka ngotot ingin terus berdoa, sedangkan seorang lagi ingin segera kebagian jatah berdoa.
"Hai cepat berdoanya, sekarang jatahnya orang lain!," bentaknya. Semakin diminta berhenti, orang yang dibentak tersebut malah terlihat semakin khusyuk dan terus merapat ke dinding. Orang itu bertambah kesal. Ditariknya orang yang tengah berdoa itu hingga hampir terjatuh. Adu mulut pun tak terelakkan. Tampaknya orang yang ditarik tidak terima dengan perlakukan tersebut.
"Kenapa kamu berbuat kasar kepada saya?," ujarnya.
"Kamu tidak tahu diri. Yang ingin berdoa di sini bukan cuma kamu, saya juga!," balas yang satu lagi.
"Saya jauh-jauh datang ke sini untuk berdoa, saya rindu kepada Allah, tapi mengapa tega-teganya engkau berbuat kasar kepadaku?"
"Yang rindu dan butuh kepada Allah bukan hanya kamu, aku pun sama. Aku pun jauh-jauh datang ke sini untuk memenuhi panggilan Allah."
Sejenak keduanya terdiam, termenung dan saling pandang.
"Eh, kalau Allah tujuan kita, kenapa ya kita sampai bertengkar!"
"Iya ya, betul juga, kenapa kita saling menyakiti."
Menarik sekali, sesudah bicara seperti itu kedua orang tersebut berpelukan dan saling meminta maaf. Indah sekali. Kejadian ini terjadi persis di depan saya. Ketika itu saya tidak bisa bicara apa-apa, selain mengucapkan tasbih dan takbir. Terpesona akan kekuasaan Allah dalam membolak-balikkan hati hamba-hamba-Nya yang beriman. Awalnya saling benci, tak lama kemudian saling menyayangi.
Hikmah terbesar dari kejadian langka ini adalah, apapun yang dilakukan karena Allah, pasti akan berbuah kebaikan. Setiap masalah yang dikembalikan kepada Allah, pasti akan terselesaikan dengan baik, tidak akan berlarut-larut. Lihatlah masa Rasulullah SAW dan para sahabat. Hampir tidak ada masalah yang berlarut-larut dan tak terpecahkan, karena semuanya dikembalikan kepada Allah.
Logikanya jelas, kita adalah ciptaan Allah, yang menguasai segenap masalah adalah Allah, yang paling tahu kebutuhan kita adalah Allah, yang layak menjadi tujuan hidup kita adalah Allah, semua kejadian ada dalam genggaman Allah. Maka, apa yang diputuskan Allah pasti yang terbaik bagi kita. Allah tidak mungkin mendzalimi hamba-hamba-Nya.
Saudaraku, yang membuat hidup kita ruwet, penuh konflik yang tak terselesaikan, adalah ketika kita lebih mengedepankan hawa nafsu serta kepentingan diri daripada aturan dan kehendak Allah. Sebab, di mana pun dan kapan pun, selama kita lebih memperturutkan nafsu, selama itu pula hidup akan sengsara. Sayangnya, kita lebih mempercayai kemampuan diri yang tidak ada apa-apanya ini, dibanding dahsyatnya pertolongan Allah. Maka tak heran andai masalah senantiasa membelenggu dan menenggelamkan kita.
Ingin bahagia dalam hidup? Jadikanlah Allah sebagai tujuan dan cita-cita hidup kita. Ingin keluarga harmonis, sakinah mawaddah wa rahmah? Jadikanlah aturan Allah dan Rasul-Nya sebagai pedoman hidup berkeluarga. Wallaahu a'lam.
Ada kejadian menarik ketika saya melakukan umroh beberapa waktu lalu. Di depan Multazam sempat terjadi keributan antara dua orang. Seorang dari mereka ngotot ingin terus berdoa, sedangkan seorang lagi ingin segera kebagian jatah berdoa.
"Hai cepat berdoanya, sekarang jatahnya orang lain!," bentaknya. Semakin diminta berhenti, orang yang dibentak tersebut malah terlihat semakin khusyuk dan terus merapat ke dinding. Orang itu bertambah kesal. Ditariknya orang yang tengah berdoa itu hingga hampir terjatuh. Adu mulut pun tak terelakkan. Tampaknya orang yang ditarik tidak terima dengan perlakukan tersebut.
"Kenapa kamu berbuat kasar kepada saya?," ujarnya.
"Kamu tidak tahu diri. Yang ingin berdoa di sini bukan cuma kamu, saya juga!," balas yang satu lagi.
"Saya jauh-jauh datang ke sini untuk berdoa, saya rindu kepada Allah, tapi mengapa tega-teganya engkau berbuat kasar kepadaku?"
"Yang rindu dan butuh kepada Allah bukan hanya kamu, aku pun sama. Aku pun jauh-jauh datang ke sini untuk memenuhi panggilan Allah."
Sejenak keduanya terdiam, termenung dan saling pandang.
"Eh, kalau Allah tujuan kita, kenapa ya kita sampai bertengkar!"
"Iya ya, betul juga, kenapa kita saling menyakiti."
Menarik sekali, sesudah bicara seperti itu kedua orang tersebut berpelukan dan saling meminta maaf. Indah sekali. Kejadian ini terjadi persis di depan saya. Ketika itu saya tidak bisa bicara apa-apa, selain mengucapkan tasbih dan takbir. Terpesona akan kekuasaan Allah dalam membolak-balikkan hati hamba-hamba-Nya yang beriman. Awalnya saling benci, tak lama kemudian saling menyayangi.
Hikmah terbesar dari kejadian langka ini adalah, apapun yang dilakukan karena Allah, pasti akan berbuah kebaikan. Setiap masalah yang dikembalikan kepada Allah, pasti akan terselesaikan dengan baik, tidak akan berlarut-larut. Lihatlah masa Rasulullah SAW dan para sahabat. Hampir tidak ada masalah yang berlarut-larut dan tak terpecahkan, karena semuanya dikembalikan kepada Allah.
Logikanya jelas, kita adalah ciptaan Allah, yang menguasai segenap masalah adalah Allah, yang paling tahu kebutuhan kita adalah Allah, yang layak menjadi tujuan hidup kita adalah Allah, semua kejadian ada dalam genggaman Allah. Maka, apa yang diputuskan Allah pasti yang terbaik bagi kita. Allah tidak mungkin mendzalimi hamba-hamba-Nya.
Saudaraku, yang membuat hidup kita ruwet, penuh konflik yang tak terselesaikan, adalah ketika kita lebih mengedepankan hawa nafsu serta kepentingan diri daripada aturan dan kehendak Allah. Sebab, di mana pun dan kapan pun, selama kita lebih memperturutkan nafsu, selama itu pula hidup akan sengsara. Sayangnya, kita lebih mempercayai kemampuan diri yang tidak ada apa-apanya ini, dibanding dahsyatnya pertolongan Allah. Maka tak heran andai masalah senantiasa membelenggu dan menenggelamkan kita.
Ingin bahagia dalam hidup? Jadikanlah Allah sebagai tujuan dan cita-cita hidup kita. Ingin keluarga harmonis, sakinah mawaddah wa rahmah? Jadikanlah aturan Allah dan Rasul-Nya sebagai pedoman hidup berkeluarga. Wallaahu a'lam.
Tabloid Jumat, Republika
Posting Komentar