''Wahai bibi, tolong ceritakan kepadaku bagaimana kalian membina rumah tangga?'' Urwah, kemenakan Aisyah RA melontarkan pertanyaan, saat dia menemani hari-hari Aisyah yang tengah berkabung atas kepergian Rasulullah SAW ke pangkuan Sang Khaliq. Sambil tersenyum getir, Aisyah mencoba mengulang kembali kenangan indah yang paling berkesan saat ia masih menjadi istri baginda Rasul. ''Demi Allah wahai kemenakanku. Sungguh kami pernah melihat bulan sabit berganti di langit sampai tiga kali berturut-turut dalam dua bulan. Selama itu tidak pernah tungku api menyala di seluruh rumah istri Rasulullah SAW.''
Aisyah RA masih tetap tersenyum meski kalimat itu telah terhenti. Mendengarnya, Urwah kaget dan berkata, ''Wahai bibi, bagaimana kalian bisa bertahan hidup bila sedemikian?''
Aisyah lalu menjawab, ''Dengan dua benda hitam; yaitu kurma dan air yang tidak jernih. Namun, terkadang beberapa tetangga Rasulullah SAW dari golongan Anshor yang memiliki domba suka mengirimkan susu kepada kami untuk diminum.'' (Muttafaq Alaihi).
Subhanallah! Itulah kebahagiaan keluarga bumi yang berhati langit. Ketiadaan materi tidak membuat mereka panik, berespons keras atau meminta cerai dari Rasulullah SAW. Benar, episode hidup keluarga ini telah dipertontonkan Allah SWT kepada umat dan kita semua, bahwa pilihan hidup bahagia meski tak berlandaskan materi dapat dijalankan dengan damai.
Kebersahajaan hidup Rasulullah SAW juga tergambar dalam sebuah hadis riwayat Anas RA; Dari Anas Ra, ''Nabi SAW menggadaikan baju besinya dengan sejumlah tepung gandum. Karenanya, aku pun datang kepada Nabi SAW dengan membawa roti gandum dan minyak sayur. Sungguh aku pernah mendengar Beliau bersabda, 'Keluarga Muhammad tidak pernah memiliki satu sha gandum baik pada pagi maupun sore'.'' (HR Bukhari) Dalam sebuah ayat Allah berfirman, ''Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.'' (QS Aththalaaq [65]: 3) Keluarga Muhammad SAW tidak pernah memiliki nafkah yang cukup untuk menghidupi hari-hari mereka. Akan tetapi, kehidupan mereka berjalan mulia dan keharmonisan pun masih tetap mereka miliki. Jika mereka bisa hidup bahagia tanpa keberadaan nafkah, lalu bagaimana dengan kita?
Aisyah RA masih tetap tersenyum meski kalimat itu telah terhenti. Mendengarnya, Urwah kaget dan berkata, ''Wahai bibi, bagaimana kalian bisa bertahan hidup bila sedemikian?''
Aisyah lalu menjawab, ''Dengan dua benda hitam; yaitu kurma dan air yang tidak jernih. Namun, terkadang beberapa tetangga Rasulullah SAW dari golongan Anshor yang memiliki domba suka mengirimkan susu kepada kami untuk diminum.'' (Muttafaq Alaihi).
Subhanallah! Itulah kebahagiaan keluarga bumi yang berhati langit. Ketiadaan materi tidak membuat mereka panik, berespons keras atau meminta cerai dari Rasulullah SAW. Benar, episode hidup keluarga ini telah dipertontonkan Allah SWT kepada umat dan kita semua, bahwa pilihan hidup bahagia meski tak berlandaskan materi dapat dijalankan dengan damai.
Kebersahajaan hidup Rasulullah SAW juga tergambar dalam sebuah hadis riwayat Anas RA; Dari Anas Ra, ''Nabi SAW menggadaikan baju besinya dengan sejumlah tepung gandum. Karenanya, aku pun datang kepada Nabi SAW dengan membawa roti gandum dan minyak sayur. Sungguh aku pernah mendengar Beliau bersabda, 'Keluarga Muhammad tidak pernah memiliki satu sha gandum baik pada pagi maupun sore'.'' (HR Bukhari) Dalam sebuah ayat Allah berfirman, ''Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.'' (QS Aththalaaq [65]: 3) Keluarga Muhammad SAW tidak pernah memiliki nafkah yang cukup untuk menghidupi hari-hari mereka. Akan tetapi, kehidupan mereka berjalan mulia dan keharmonisan pun masih tetap mereka miliki. Jika mereka bisa hidup bahagia tanpa keberadaan nafkah, lalu bagaimana dengan kita?
(Ust Bobby Herwibowo )
Republika, 18 Maret 2008
Posting Komentar