Oleh: DR. M. Idris A. Shomad M.A (Sekjen Ikatan Da’I Indonesia)
Islam memandang, bahwa kesehatan merupakan nikmat dan karunia Allah swt yang wajib disyukuri. Disamping itu sehat juga adalah obsesi setiap insane berakal; tak seorang manusia pun yang tidak ingin selalu sehat, agar tugas dan kewajiban hidup dapat dilaksanakannya dengan baik.
Meskipun nikmat merupakan kebutuhan fitrah manusia dan nikmat Allah, tetapi banyak manusia yang mengabaikan dan melupakan nikmat sehat ini, sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah saw :
“Ada dua nikmat yang banyak dilupakan manusia, yaitu nikmat sehat dan peluang kesempatan” (HR Imam Bukhari).
Karenanya kesehatan salah satu perkara yang diminta pertanggungjawabannya di hadapan pengadilan Allah swt, seperti dalam hadits Nabi : “Nikmat yang pertama ditanyakan kepada setiap hamba pada hari Kiamat dengan pertanyaan “Tidakkah telah Kami sehatkan badanmu dan telah Kami segarkan (kenyangkan) kamu dengan air yang sejuk” (HR Imam Tirmizi).
Maka sebahagian ulama tafsir mengartikan kenikmatan dalam firman Allah “(Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu kenikmatan)” surat al-Takatsur: 8, yaitu nikmat sehat.
Diantara perhatian Islam kepada kesehatan, adalah perintah dan anjuran menjaga kebersihan. Demikian dapat dipahami, jika pembahasan ulama fiqh dalam khazanah intelektual mereka selalu diawali dengan “Bab Thaharah” Bahasan mengenai kesucian atau kebersihan, bersih dari hadats besar dengan mandi junub, atau hadats kecil dengan berwudhu, bersih dari najis dan kotoran.
Demikian juga selain wudhu, syarat sah shalat adalah bersih pakaian, tempat dari segala najis dan kotoran yang menodai.
Allah juga berfirman : “Dan pakaianmu bersihkanlah” (QS al-Mudatsir: 4). “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri (QS al-Baqarah: 222). “Di dalamnya (mesjid) terdapat orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri, sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang selalu membersihkan diri” (QS at-Taubah: 108).
Demikian Rasulullah mengarahkan di banyak hadits-hadits beliau, antara lain:
“Kebersihan adalah sebagian daripada iman” (HR. Imam Muslim).
“Kewajiban setiap muslim adalah menggunakan satu hari dari tujuh hari untuk mencuci rambut dan badannya” (HR. muttafaq ‘alaihi).
“Barangsiapa yang memiliki rambut, hendaknya ia merawatnya dengan baik” (HR. Abu Daud).
“Sesungguhnya Allah Maha Indah mencintai keindahan, Allah Maha Baik menyukai kebaikan, Allah Maha Bersih mencintai kebersihan. Karena itu bersihkanlah teras rumah kalian dan janganlah kalian seperti orang-orang Yahudi” (HR.Tirmizi).
"Barangsiapa yang mengganggu orang-orang Islam di jalan tempat mereka lewat, dia mesti mendapatkan laknat” (HR. Thabrani).
Bentuk memelihara kesehatan yang lain adalah perhatian kepada olah raga yang cukup. Shahabat Salamat bin al-Akwa’ berserita:
“Ketika kami tengah berjalan, ada seorang lelaki dari Anshar yang tidak pernah terkalahkan dalam pertandingan berjalan. Lalu dia bertanya: “Adakah orang yang dapat menandingiku dalam lomba jalan ke Madinah Adakah ada orang yang mau berlomba ? Kemudian saya jawab: “Apakah engkau sudah menghargai orang yang mulia dan tidak takut pada orang yang tinggi derajatnya ? Dia menjawab: “Tidak, kecuali yang menantang saya itu adalah Rasulullah saw. Salamah berkata lagi: “Saya berkata “wahai Rasulullah, demi bapakku, engkau dan ibuku! Izinkanlah saya, saya yang akan berlomba melawan laki-laki itu. Rasulullah menjawab: “ Terserah kamu”. Salamah berkata: “ Kemudia aku yang memenangkan perlombaan jalan ke Madinah itu” (HR Imam Ahmad dan Imam Muslim).
Sebagaimana kisah Said bin Jubair: “Rasulullah saw berada di dataran yang luas, lalu datang Yazid bin Rukanah atau Rukanah bin Yazid menghadap beliau dengan membawa anak-anak kambingnya. Kemudian dia berkata kepada Rasulullah saw: “Wahai Muhammad, apakah kamu bisa membanting saya ? Rasulullah saw bertanya pula: “Apa yang akan kamu hadiahkan kalau aku menang ? Rukanah menjawab: “Seekor kambingku”. Maka Rasulullah berusaha membantingnya, tetapi Rukanah pun bersuaha membanting beliau, akhirnya Rasulullah saw dapat mengambil kambing Rukanah. Rukanah bertanya lagi: Apakah kamu mau bertanding lagi ? Rasulullah saw melakukan beberapa pertandingan itu ( dan memenangkannya). Rukanah berkata: “Wahai Muhammad, demi Allah, tak ada seorangpun yang mampu membanting punggungku ke tanah, apakah gerangan yang membuatmu mampu melakukannya ? Lalu dia masuk Islam dan Rasulullah saw mengembaalikan kambing tersebut kepada Rukanah. (HR. Abu Daud).
Proses Medis, Menjaga Kesehatan dan Obat-obatan & Takdir Allah.
Persepsi yang keliru tentang takdir mengakibatkan sikap anti usaha dan tidak semangat terhadap upaya-upaya produkti. Dalam hal kesehatan dan proses medis, ada yang beranggapan salah bahwa usaha itu bertentangan dengan takdir (ketentuan Allah).
Ketika ada seseorang bertanya kepada Rasulullah saw tentang pengobatan, katanya: “Wahai Rasulullah, apakah obat-obatan, usaha menjaga kesehatan, tindakan preventif dari penyakit, merupakan penolakan terhadap takdir Allah ? Rasulullah saw menjawab: “ Semua itu adalah takdir Allah juga (HR ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim).
Tidak sekedar anjuran teoritis, Rasulullah saw pernah memanggil tabib (dokter) untuk mengobati Ubay bin Kaab. Rasulullah saw sendiri mendatangi seorang tabib saat sakit dan mengatakan:
“Siapa di antara kalian yang paling pandai dalam ilmu pengobatan ? Salah seorang mereka berkata: Apakah ilmu pengobatan (kedokteran) ada manfaatnya wahai Rasulullah ? Rasulullah saw menjawab: Dzat yang menurunkan penyakit telah pula menurunkan obatnya” (HR. Imam Malik dalam kitab al-muwatha’).
“Setiap penyakit itu ada obatnya, apabila penyakit itu telah kena obat, ia akan sembuh dengan izin Allah swt” (HR Imam Muslim dan Ahmad).
Isa bin Abdur-Rahman pernah mengisahkan: Saya pernah menjenguk Abdullah bin Ukaim ketika ia sakit. Kemudian ada yang memberikan kepadanya saran, agar ia mengalungkan sesuatu (jimat) agar segera sembuh. Lalu Abdullah menjawab: “Apakah aku akan mengalungkan suatu jimat?”, padahal Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mengalungkan sesuatu maka dirinya telah dipasrahkan kepadanya (bukan kepada Allah)” HR. Imam Ahmad.
Karenanya Rasulullah saw di dalam banyak hadits mengajarkan umatnya berdo’a minta kesehatan, keselamatan; hal itu bukan merupakan perlawanan terhadap takdir ketentuan Allah swt. Antara lain :
“Ya Allah Robb manusia, hilangkan mara bahaya, sembuhkanlah penyakaitku, Engkau adalah Dzat yang menyembuhkan. Tidak ada obat dapat menyembuhkan melainkan obatMu, ia adalah obat yang tidak eninggalkan penyakit.. “Ya Allah, sehatkan badanku, sehatkan telingaku, sehatkan, penglihatanku, jadikan semua itu pewaris hidupku”. Dan lain-lain.
Islam memandang, bahwa kesehatan merupakan nikmat dan karunia Allah swt yang wajib disyukuri. Disamping itu sehat juga adalah obsesi setiap insane berakal; tak seorang manusia pun yang tidak ingin selalu sehat, agar tugas dan kewajiban hidup dapat dilaksanakannya dengan baik.
Meskipun nikmat merupakan kebutuhan fitrah manusia dan nikmat Allah, tetapi banyak manusia yang mengabaikan dan melupakan nikmat sehat ini, sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah saw :
“Ada dua nikmat yang banyak dilupakan manusia, yaitu nikmat sehat dan peluang kesempatan” (HR Imam Bukhari).
Karenanya kesehatan salah satu perkara yang diminta pertanggungjawabannya di hadapan pengadilan Allah swt, seperti dalam hadits Nabi : “Nikmat yang pertama ditanyakan kepada setiap hamba pada hari Kiamat dengan pertanyaan “Tidakkah telah Kami sehatkan badanmu dan telah Kami segarkan (kenyangkan) kamu dengan air yang sejuk” (HR Imam Tirmizi).
Maka sebahagian ulama tafsir mengartikan kenikmatan dalam firman Allah “(Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu kenikmatan)” surat al-Takatsur: 8, yaitu nikmat sehat.
Diantara perhatian Islam kepada kesehatan, adalah perintah dan anjuran menjaga kebersihan. Demikian dapat dipahami, jika pembahasan ulama fiqh dalam khazanah intelektual mereka selalu diawali dengan “Bab Thaharah” Bahasan mengenai kesucian atau kebersihan, bersih dari hadats besar dengan mandi junub, atau hadats kecil dengan berwudhu, bersih dari najis dan kotoran.
Demikian juga selain wudhu, syarat sah shalat adalah bersih pakaian, tempat dari segala najis dan kotoran yang menodai.
Allah juga berfirman : “Dan pakaianmu bersihkanlah” (QS al-Mudatsir: 4). “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri (QS al-Baqarah: 222). “Di dalamnya (mesjid) terdapat orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri, sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang selalu membersihkan diri” (QS at-Taubah: 108).
Demikian Rasulullah mengarahkan di banyak hadits-hadits beliau, antara lain:
“Kebersihan adalah sebagian daripada iman” (HR. Imam Muslim).
“Kewajiban setiap muslim adalah menggunakan satu hari dari tujuh hari untuk mencuci rambut dan badannya” (HR. muttafaq ‘alaihi).
“Barangsiapa yang memiliki rambut, hendaknya ia merawatnya dengan baik” (HR. Abu Daud).
“Sesungguhnya Allah Maha Indah mencintai keindahan, Allah Maha Baik menyukai kebaikan, Allah Maha Bersih mencintai kebersihan. Karena itu bersihkanlah teras rumah kalian dan janganlah kalian seperti orang-orang Yahudi” (HR.Tirmizi).
"Barangsiapa yang mengganggu orang-orang Islam di jalan tempat mereka lewat, dia mesti mendapatkan laknat” (HR. Thabrani).
Bentuk memelihara kesehatan yang lain adalah perhatian kepada olah raga yang cukup. Shahabat Salamat bin al-Akwa’ berserita:
“Ketika kami tengah berjalan, ada seorang lelaki dari Anshar yang tidak pernah terkalahkan dalam pertandingan berjalan. Lalu dia bertanya: “Adakah orang yang dapat menandingiku dalam lomba jalan ke Madinah Adakah ada orang yang mau berlomba ? Kemudian saya jawab: “Apakah engkau sudah menghargai orang yang mulia dan tidak takut pada orang yang tinggi derajatnya ? Dia menjawab: “Tidak, kecuali yang menantang saya itu adalah Rasulullah saw. Salamah berkata lagi: “Saya berkata “wahai Rasulullah, demi bapakku, engkau dan ibuku! Izinkanlah saya, saya yang akan berlomba melawan laki-laki itu. Rasulullah menjawab: “ Terserah kamu”. Salamah berkata: “ Kemudia aku yang memenangkan perlombaan jalan ke Madinah itu” (HR Imam Ahmad dan Imam Muslim).
Sebagaimana kisah Said bin Jubair: “Rasulullah saw berada di dataran yang luas, lalu datang Yazid bin Rukanah atau Rukanah bin Yazid menghadap beliau dengan membawa anak-anak kambingnya. Kemudian dia berkata kepada Rasulullah saw: “Wahai Muhammad, apakah kamu bisa membanting saya ? Rasulullah saw bertanya pula: “Apa yang akan kamu hadiahkan kalau aku menang ? Rukanah menjawab: “Seekor kambingku”. Maka Rasulullah berusaha membantingnya, tetapi Rukanah pun bersuaha membanting beliau, akhirnya Rasulullah saw dapat mengambil kambing Rukanah. Rukanah bertanya lagi: Apakah kamu mau bertanding lagi ? Rasulullah saw melakukan beberapa pertandingan itu ( dan memenangkannya). Rukanah berkata: “Wahai Muhammad, demi Allah, tak ada seorangpun yang mampu membanting punggungku ke tanah, apakah gerangan yang membuatmu mampu melakukannya ? Lalu dia masuk Islam dan Rasulullah saw mengembaalikan kambing tersebut kepada Rukanah. (HR. Abu Daud).
Proses Medis, Menjaga Kesehatan dan Obat-obatan & Takdir Allah.
Persepsi yang keliru tentang takdir mengakibatkan sikap anti usaha dan tidak semangat terhadap upaya-upaya produkti. Dalam hal kesehatan dan proses medis, ada yang beranggapan salah bahwa usaha itu bertentangan dengan takdir (ketentuan Allah).
Ketika ada seseorang bertanya kepada Rasulullah saw tentang pengobatan, katanya: “Wahai Rasulullah, apakah obat-obatan, usaha menjaga kesehatan, tindakan preventif dari penyakit, merupakan penolakan terhadap takdir Allah ? Rasulullah saw menjawab: “ Semua itu adalah takdir Allah juga (HR ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim).
Tidak sekedar anjuran teoritis, Rasulullah saw pernah memanggil tabib (dokter) untuk mengobati Ubay bin Kaab. Rasulullah saw sendiri mendatangi seorang tabib saat sakit dan mengatakan:
“Siapa di antara kalian yang paling pandai dalam ilmu pengobatan ? Salah seorang mereka berkata: Apakah ilmu pengobatan (kedokteran) ada manfaatnya wahai Rasulullah ? Rasulullah saw menjawab: Dzat yang menurunkan penyakit telah pula menurunkan obatnya” (HR. Imam Malik dalam kitab al-muwatha’).
“Setiap penyakit itu ada obatnya, apabila penyakit itu telah kena obat, ia akan sembuh dengan izin Allah swt” (HR Imam Muslim dan Ahmad).
Isa bin Abdur-Rahman pernah mengisahkan: Saya pernah menjenguk Abdullah bin Ukaim ketika ia sakit. Kemudian ada yang memberikan kepadanya saran, agar ia mengalungkan sesuatu (jimat) agar segera sembuh. Lalu Abdullah menjawab: “Apakah aku akan mengalungkan suatu jimat?”, padahal Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mengalungkan sesuatu maka dirinya telah dipasrahkan kepadanya (bukan kepada Allah)” HR. Imam Ahmad.
Karenanya Rasulullah saw di dalam banyak hadits mengajarkan umatnya berdo’a minta kesehatan, keselamatan; hal itu bukan merupakan perlawanan terhadap takdir ketentuan Allah swt. Antara lain :
“Ya Allah Robb manusia, hilangkan mara bahaya, sembuhkanlah penyakaitku, Engkau adalah Dzat yang menyembuhkan. Tidak ada obat dapat menyembuhkan melainkan obatMu, ia adalah obat yang tidak eninggalkan penyakit.. “Ya Allah, sehatkan badanku, sehatkan telingaku, sehatkan, penglihatanku, jadikan semua itu pewaris hidupku”. Dan lain-lain.
sumber : ikadi.org
Posting Komentar