Ketahuilah bahwa cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan, sedangkan zuhud terhadap dunia merupakan maqom yang mulia. Dan yang dimaksud dengan zuhud adalah memalingkan diri dari sesuatu yang disukai demi untuk sesuatu yang lebih baik. Telah ma’ruf bahwa yang dimaksud zuhud adalah meninggalkan dunia, barangsiapa yang meninggalkan segala sesuatu selain ALLAH maka disebut zahid yang sempurna.
Bukanlah yang disebut Zuhud itu meninggalkan harta, tetapi yang disebut zuhud itu meninggalkan dunia karena tahu kerusakannya dan berpaling pada akhirat yang kekal. Firman ALLAH SWT: “Apa-apa yang di sisimu akan sirna, dan apa yang disisi ALLAH kan kekal” (QS An-Nahl 16/96). Berkata al-Fudhail: ALLAH menciptakan keburukan dalam satu rumah dan menjadikan cinta dunia sebagai kuncinya, dan ALLAH menciptakan kebaikan dalam satu rumah dan menjadikan Zuhud sebagai kuncinya.
Tingkatan Zuhud ada 3, yang pertama adalah orang yang berusaha untuk Zuhud terhadap dunia dan ia merasa berat, tetapi ia terus berusaha sekuat tenaga, orang ini disebut sebagai mutazahhid dan ini tingkatan yang terendah. Tingkatan kedua adalah ia telah mampu zuhud dengan sukarela tanpa harus menguras kemampuan, tetapi ia dapat melihat kezuhudannya dan dapat merasakan bahwa ia telah meninggalkan dunia dan merasa senang karenanya. Sementara derajat ketiga dan yang tertinggi adalah yang zuhud dengan mudah, dan ia sudah demikian zuhud sehingga merasa biasa saja dengan kezuhudannya karena ia sudah merasa bahwa dunia itu tidak ada nilainya sedikitpun, maka jadilah ia seperti orang yang membuang kotoran dan pergi tanpa menoleh ataupun mengingat lagi, padahal dunia jika dibandingkan dengan sampah masih lebih hina lagi nilainya
Zuhud dilakukan terhadap berbagai hal sbb:
- Zuhud terhadap makanan, dalam hadits Nabi SAW disebutkan kata A’isyah ra kepada keponakannya ‘Urwah: “Telah berlalu atas kami bulan baru, bulan baru, bulan baru (3 bulan) sementara tidak pernah menyala api di dapur rumah Nabi SAW dan keluarganya, maka ditanyakan oleh ‘Urwah: Wahai bibinda maka dengan apa kalian makan? Dijawab: Dengan air dan kurma.” (HR Bukhari 8/121 dan Muslim 8/217)
- Zuhud terhadap pakaian, diriwayatkan dari Abi Bardah: “Telah keluar A’isyah ra pada kami membawa sehelai selendang kasar dan selembar kain keras sambil berkata: Telah dibungkus jasad Nabi SAW dengan kain seperti ini.” (HR Bukhari 7/195, Muslim 6/145, Abu Daud 4036 dan Turmudzi 1733) Dan berkata Al-Hasan ra: Umar ra pernah berkhutbah saat ia menjabat presiden sementara di bajunya aku hitung ada 12 bekas jahitan.
- Zuhud terhadap tempat tinggal, dalam hadits disebutkan: “Seorang muslim diberi pahala dari semua harta yang dinafkahkannya, kecuali dari apa yang dibuatnya dari tanah ini (bangunan).” (HR Ibnu Maajah 4163), berkata al-Hasan ra: Aku jika memasuki rumah Nabi SAW, maka kepalaku menyentuh atap daun kurmanya.
- Zuhud dalam alat rumah tangga, dalam hadits disebutkan kata Umar ra: “Saya masuk ke dalam rumah Nabi SAW, sedang ia bertelekan pada sebuah tikar kasar sehingga berbekas pada tubuhnya, maka aku melihat pada perabotannya hanya kulihat segenggam tepung sebanyak 1 sha’.” (HR Bukhari 7/38, Muslim 4/189, 191)
- Ia tidak merasa senang dengan adanya sesuatu dan tidak merasa sedih dengan ketiadaannya, sebagaimana firman ALLAH SWT: “Agar engkau tidak berputus asa atas apa yang hilang darimu dan merasa senang dengan apa yang ada padamu.” (QS al-Hadiid 23) Dan inilah zuhud dalam harta.
- Sama baginya dicela atau dipuji, ini merupakan tanda zuhud terhadap kedudukan.
- Sangat dekat ia dengan ALLAH, dan hatinya dikuasai kelezatan taat pada ALLAH SWT.
In uriidu illal ishlaaha mas tatho’tu …
Abi Abdillah
ikhwan.net
Disarikan dari Kitab Mukhtashar Minhaajul Qaasidiin, Syaikh Ahmad bin Abdirrahman bin Qudamah al-Maqdisiy rahimahullah
Posting Komentar