Benarkah Akhirat Tidak Kekal?

Mungkin diantara pembaca ada yang pernah membaca sebuah buku yang pernah cukup laris yang berjudul “Ternyata Akhirat Tidak Kekal” karangan Sdr Agus Mustofa, seorang Sarjana Nuklir. Kalau kita membacanya dengan pikiran jernih dan dengan iman yang mantap, sebenarnya buku ini bisa menggugah dan mengingatkan kita kembali bahwa di alam semesta ini tidak ada yang kekal. Bumi, manusia, binatang, tetumbuhan dan sebagainya, semua sementara. Ada batasnya. Kullu man 'alaihaa fanin (Ar-rahman 26). Semua yang ada di dunia ini bakal binasa. Begitu juga ciptaan Allah yang lain, rasul, malaikat, dan akhirat juga tidak kekal, Yang kekal itu hanya satu: Pencipta alam semesta ini. Wayabqo wajhu rabbika dzul jaialil wal ikram artinya, Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan, Jadi kalau kita menganggap akhirat kekal dan kekalnya sama dengan kekalnya Allah, berarti telah melakukan kesalahan keimanan. Allah disamakan dengan makhluk. Hati hati!

Kita harus yakin bahwa yang kekal hanya satu itu. Selebihnya tidak, Kalau toh banyak disebut bahwa surga itu kekal atau abadi, maka tingkat kekekalannya atau keabadiannya tidak sama dengan kekekalan Allah. Kekal atau abadinya makluk tetap ada batasnya, Sampai kapan? Sesuai dengan kehendak yang menciptakan, Kalau Allah kelak menghendaki akhirat harus sampai pada batas akhir, dan Allah menghendaki ada ciptaan baru, maka itu hak prerogratif Allah swt, Allah yang punya irodah (kehendak) mau diapakan ciptaan-Nya ini.

Kita sering “terjebak” pemahaman sempit karena dibatasi oleh ruang dan waktu. Memahami kata "langit" saja sudah relatif. Ada yang mengatakan langit itu sesuatu di atas kita. Lha, kalau itu artinya, kata “kita” itu siapa. Apa orang Indonesia, atau orang Amerika yang letaknya sama sekali beda. Di sini malam, di sana siang. Di sini atas, di sana bawah, Lalu? Maka, ada yang mengartikan langit adalah sesuatu di luar bumi, jadi bukan di atas seperti yang kita pahami selama ini. Nah, ini saja sudah beda kan? Begitu juga dalam memahami kata “satu tahun” misalnya, setiap tempat beda-beda. Satu tahun di bumi, berbeda dengan satu tahun di planet lain. Tidak percaya? Di bumi kita, satu tahun itu sama dengan 365 hari. Tetapi di Merkurius satu tahun sama dengan 88 hari. Jadi, sehari di sana, sama dengan 58,6 hari di bumi.

Agus Mustofa menjelaskan, perbedaan itu akan semakin seru kalau kita datang ke planet lain. Misalnya, Venus, satu harinya sama dengan 243 hari Bumi. Sedang setahunnya sama dengan 225 hari. Mars setahunnya 687 hari, Yupiter setahunnya 4,332 hari, Saturnus 10,759 hari, Uranus 30,685 hari, Neptunus 60.190 hari, dan Pluto 90,550 hari. Jadi, waktu di setiap planet saja sudah berbeda-beda seperti itu karena pengaruh ruang dan waktu, apalagi jika dibandingkan dengan akhirat.

Inilah yang digambarkan Allah, di antaranya dalam QS Al Ma'arij ayat 4 bahwa satu harinya malaikat sama dengan 50.000 tahun manusia di Bumi. Nah, untuk mempermudah pemahaman manusia yang pikirannya terbatas ini, karena akhirat dibanding Bumi beda waktunya sangat jauh, maka dikatakan saja abadi. Padahal, abadi yang dimaksud adalah abadi dalam tinjauan manusia, bukan abadi seperti abadinya Allah.

Kalau begitu, apa yang kita perdebatkan? Apakah kita kurang lama tinggal di akhirat kalau misalnya kita di sana disebutkan abadi, sementara sehari waktunya malaikat saja Allah informasikan sama dengan 50.000 tahun Bumi? Kekal yang bagaimana lagi yang kita minta. Maka, betapa sengsaranya kalau kita dalam waktu yang “tidak kekal” tetapi seperti itu lamanya ternyata ditempatkan di neraka. Maka, tidak ada lain kecuali menyesal dengan penyesalan yang tiada tara. Mumpung belum menyesal, sebaiknya kita mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk “menebus” sorga Allah yang disediakan bagi hamba beriman dan beramal sholeh. Apakah kita nanti masuk ke sana? Semoga saja!


Sumber : tulisan Dahlia Putri, dengan beberapa edit dari Penjaga Kebun.

About this entry

Posting Komentar

 

About me | Author Contact | Powered By Blogspot | © Copyright  2009