Meneladani Asy Sahiid

( KH Abdullah Gymnastiar )

Allah Azza wa Jalla melihat apa yang kita lakukan, dan kelak akan memintai tanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan tersebut. Karena itu, melakukan sebuah pekerjaan atau 'amal dengan kualitas terbaik, menjadi sebuah keniscayaan.

Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk bersikap ihsan (merasa melihat dan dilihat Allah) dalam setiap gerak langkah kita.

Salah satu sifat Allah yang terdapat dalam Asma'ul Husna adalah Asy-Syahiid atau Allah Yang Maha Menyaksikan dan Maha Disaksikan. Menurut Dr Quraish Shihab dalam bukunya Menyingkap Tabir Ilahi, kata Asy Syahiid tersusun dari akar kata yang tersusun dari huruf-huruf syin, ha', dan dal. Makna dasarnya berkisar pada "kehadiran", pengetahuan, informasi, dan kesaksian.

Orang yang gugur dalam peperangan membela agama Allah dinamai syahiid karena para malaikat menghadiri kematiannya. Dapat pula disebutkan bahwa bumi dinamai syahidah, sehingga yang gugur di bumi disebut syahid. Syahiid berarti pula "yang disaksikan" atau "yang menyaksikan". Syahiid disaksikan oleh pihak lain, serta dijadikan saksi dalam arti "teladan" dan dalam saat yang sama iapun menyaksikan kebenaran.

Allah sebagai Asy Syahiid dapat dipahami bahwa Allah hadir, tidak gaib dari segala sesuatu, serta "menyaksikan segala sesuatu". Dalam QS Saba' [34] ayat 47 disebutkan, "Dia Maha Menyaksikan segala sesuatu. Allah pun dapat disaksikan oleh segala sesuatu melalui bukti-bukti kehadiran-Nya di dunia. Apakah ada keraguan terhadap keberadaan Allah, Dzat Pencipta langit dan bumi?" (QS Ibrahim [14]: 10).

Asy Syahid-Nya Allah; sifat Menyaksikan-Nya Allah berbeda dengan menyaksikannya manusia. Perbuatan menyaksikan Allah meliputi segala sesuatu, tidak terbatas ruang dan waktu, hingga detail yang tak mungkin dilakukan makhluk. Sebagai ilustrasi, tatkala kita menyaksikan pertandingan sepakbola, kita terikat pada satu objek, satu waktu tertentu, dan satu kondisi tertentu pula.

Apa hikmah yang dapat kita ambil dari asma' Allah Asy Syahiid ini?
Pertama, kita dituntut untuk berlaku ihsan dalam hidup; melakukan segala sesuatu dengan cara terbaik. Allah SWT melihat apa yang kita lakukan, dan kelak akan memintai tanggung jawab kita terhadap apa yang kita lakukan tersebut. Karena itu, melakukan sebuah pekerjaan atau amal dengan kualitas terbaik, menjadi sebuah keniscayaan. Rasulullah SAW mengungkapkan makna ihsan ini--tatkala beliau ditanyai Malaikat Jibril, Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

Kedua, kita dituntut untuk menjadi saksi kebenaran atau pembela kebenaran. Allah SWT berfirman, Hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah (QS Ath-Thalaq [65]: 2). Tidak mudah menjadi manusia istikamah dalam kebenaran, diperlukan pemahanan yang baik, tekad kuat meraih ridha Allah, serta ketahanan mental yang ekstra untuk menahan segala tekanan dan godaan. Untuk menjadi seorang saksi atau pembela kebenaran terkadang kita harus mempertaruhkan semua yang kita miliki, termasuk nyawa. Berat memang, namun tebusannya adalah syurga (QS Ash Shaff [61]: 10-12).

Ketiga, kita dituntut untuk menjadi teladan kebaikan. Salah satu kunci perubahan adalah teladan. Dengan menjadi teladan, amal ibadah kita "disaksikan" oleh orang-orang di sekitar kita. Jika kita mampu menjadi teladan kebaikan, sebagaimana diperankan Rasulullah SAW, maka ketika itu kita telah meneladani Allah dalam sifat-Nya sesuai kemampuan kita sebagai makhluk. Wallaahu a'lam.


Tabloid Jumat Republika

About this entry

Posting Komentar

 

About me | Author Contact | Powered By Blogspot | © Copyright  2009